Jakarta, MNEWS.co.id – Seperti industri tekstil pada umumnya, batik juga mendapatkan dampak yang luar biasa akibat pandemi COVID-19. Dr Hilmar Farid Setiadi, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, memberi saran pada perajin batik untuk mulai berinovasi menjawab kebutuhan orang di masa sekarang.
“Memang masa pandemi dampaknya terhadap industri garmen besar sekali, orang jarang pergi, kebutuhannya akan pakaian atau garmen dengan model terbaru akan berkurang, cuma dalam kesamaan orang memperhatikan interior karena menghabiskan banyak waktu di rumah. Sebetulnya kesempatan teman perajin khusus ke interior, sambil yang konvensional tetap jalan,” sarannya.
Selain itu, pemanfaatan untuk memperkaya narasi atau cerita yang ada dari batik yang dibuat bisa membuat batik memiliki nilai tambah selain dari kecantikannya itu sendiri.
“Itu tentunya juga akan mempengaruhi cara orang memahami tekstil. Riset-riset kita, narasinya kadang-kadang lihat visual warnanya enak dan bagus tapi kalau tahu ceritanya itu intensi orang kayak ‘wah ini harus punya’ dan related dengan kehidupan mereka,” ucapnya.
Dari sini, para perajin batik bisa mulai mencari media untuk mencantumkan narasi dari karya mereka. Salah satunya seperti yang dilakukan Google Arts & Culture di halaman batik.
Pendiri Rumah Batik Komar, Komarudin Kudiya, pun mengatakan hal serupa. Menurut pengamatannya, banyak perajin batik yang terdampak pandemi.
“Kenyataannya perajin batik yang sedang sedih karena supply numpuk tapi demand-nya nggak ada, mudah-mudahan pecinta, pemerhati, kolektor, bisa mengenali lagi batiknya dan bangga mengenakannya melalui membelinya,” tuturnya.
Nah dari sini, peranan teknologi dibutuhkan untuk mengenalkan batik sehingga kecintaan dan keinginan melestarikan batik bisa tumbuh. Lewat edukasi, maka semakin orang yang bisa memahami makna di balik sebuah batik.
“Peran teknologi, ya seperti ini, memanfaatkan teknologi seperti dengan meet google, itu (digunakan untuk) mempermudah orang supaya bisa mengenali batik dari para pakar, praktisi, atau siapapun, dari museum, kolektor, Yayasan Batik Indonesia, siapapun itu, menggunakan teknologi. Teknologi untuk penyampaiannya, ya,” tutupnya.
Sumber: detik.com