Kepala Dinas KUKM Srie Nurkyatsiwi (kiri) dan Kepala OJK DIY Untung Nugroho saat melihat produk di Galeri UMKM YIA, Sabtu (7/12/19). (Foto: Tribun Yogyakarta)
Kepala Dinas KUKM Srie Nurkyatsiwi (kiri) dan Kepala OJK DIY Untung Nugroho saat melihat produk di Galeri UMKM YIA, Sabtu (7/12/19). (Foto: Tribun Yogyakarta)

Yogyakarta, MNEWS.co.id – Kepala Dinas KUKM DIY, Srie Nurkyatsiwi mengatakan bahwa gerai yang ada di Galeri UMKM Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) masih belum permanen.

“Saat ini ada sekitar 50 UMKM yang mengisi di sini. Kalau yang permanen nanti di April 2020. Sambil menyiapkan ke sana, kami evaluasi yang sedang berjalan ini,” katanya.

Siwi mengatakan bahwa evaluasi menyangkut efek magnet dari produk UMKM yang ada di YIA. Menurutnya, produk tersebut tidak hanya sekadar dipajang namun juga dievaluasi terkait minat masyarakat untuk membeli.

“Sudah lumayan jalan ya, tapi memang belum bisa menyeluruh (evaluasinya) karena pelaku UMKM di sini masih nonpermanen. Nanti setiap 3 bulan sekali akan kami lakukan penggantian. Ketika ada masalah, nanti kita coba selesaikan masalahnya di mana,” ungkapnya.

Siwi menambahkan, pertimbangan UMKM untuk bisa memamerkan produknya di YIA adalah terkait kemasan atau packaging.Lokasi galeri yang ada di terminal keberangkatan domestik, di mana tempat tersebut berada di dalam saat penumpang telah check in, maka untuk ukuran tidak boleh terlalu besar.

Mekanisme yang dilakukan untuk menyaring ribuan UMKM di seluruh DIY untuk bisa tampil di YIA adalah pelaku UMKM yang sudah memiliki legalitas, PIRT bila kuliner, produk premium, dan memiliki karakter atau ciri khas Yogyakarta.

Sementara itu, Kepala OJK DIY, Untung Nugroho mengatakan bahwa OJK sesuai dengan tugasnya, memikirkan UMKM di bidang pembiayaan. Menurutnya, UMKM juga meliputi banyak hal tidak hanya pembiayaan tapi produksi, pemasaran, dan sebagainya. Selain itu, selama ini tidak semua UMKM memiliki kualifikasi untuk bisa meminjam dana ke bank.

Beberapa tidak memenuhi syarat sehingga bank juga bukan satu-satunya sumber pendanaan yang bisa diakses semua UMKM.

“Uang yang di bank itu juga uang masyarakat (tabungan). Maka dana pihak ketiga plus overhead baru ketemu suku bunga. Naruh juga premi risiko. UKM kalau ke bank bunganya 15 persen ke atas dan itu harus kembali meski tidak untung bahkan rugi. Makanya butuh solusi lain,” katanya.