Jakarta, MNEWS.co.id – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan menyatakan, Pemerintah perlu memperkuat skema permodalan yang lebih ramah terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang masih kerap terhambat akses terhadap kredit Perbankan.
“Pemerintah idelanya harus menyediakan skeman permodalan yang ramah terhadap UMKM. Selama ini, UMKM serimgkali sulit mendapatkan modal dari bank karena kesulitan UMKM dalam memenuhi syarat creditworthiness yang menjadi standar bank dalam memberikan pinjaman,” kata Pingkan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (12/03/20).
Pingkan mengemukakan, creditworthiness diartikan sebagai syarat-syarat kelayakan untuk mendapatkan kredit dari bank.
Menurutnya, penguatan peran peer-to-peer lenders harus dilakukan pula untuk memberikan UMKM akses ke permodalan dengan skema pembayaran yang ramah bagi para UMKM.
Ia menyebutkan, peningkatan kapasitas bagi para UMKM juga perlu mengikuti dinamika perkembangan ekonomi digital, agar tetap relevan dan membantu meningkatkan kontribusinya bagi perekonomian nasional.
Terlebih dalam situasi ekonomi seperti sekarang, di tengah lesunya perekonomian global yang salah satunya disebabkan oleh penyebaran virus Corona, lanjutnya, kontribusi sektor UMKM perlu terus ditingkatkan.
Ia juga mengingatkan bahwa sesuai data Kementerian Koperasi dan UMKM, sektor tersebut membuka lapangan kerja bagi 96,87 persen angkatan kerja di Indonesia.
Selain itu, berdasarkan hasil Sensus Ekonomi yang diadakan setiap sepuluh tahun sekali, pada tahun 2016 kontribusi UMKM pada PDB mencapai 60,34 persen.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kemenkop dan UKM berupaya menggenjot potensi ekspor produk-produk usaha kecil menengah (UKM) ke berbagai negara hingga dua kali lipat kontribusinya terhadap ekspor nasional pada 2024.
“Saya diminta oleh Pak Presiden Joko Widodo untuk menaikkan ekspor UKM dua kali lipat dari sekarang. Pada 2024 itu kira-kira 30 persen, di mana saat ini baru 14,5 persen,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki seperti yang dikutip dari rilisan Kantor Berita ANTARA.
Teten memaparkan, kontribusi ekspor produk UKM di Indonesia memang masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara lain, di antaranya Jepang yang kontribusinya mencapai 55 persen, Korea Selatan 60 persen, China 70 persen, dan Thailand 35 persen.
Teten optimistis bahwa UKM nasional mampu melahirkan produk-produk dengan standardisasi global, sehingga mampu diterima pasar internasional.