Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki berbincang dengan pelaku UKM di Hallway Space Kosambi, Bandung, Jawa Barat, Jumat (11/6/21). (Foto: Raisan Al Farisi)

Jakarta, MNEWS.co.id – Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menjelaskan, struktur ekonomi Indonesia didominasi pelaku UMKM sejak 10 tahun terakhir. Dengan begitu, Teten meminta berbagai pihak untuk memperhatikan sistem pembiayaan UMKM yang berlaku.

Menurut Teten, kemudahan pembiayaan menjadi salah satu faktor kunci UMKM untuk dapat bertahan dan bertransformasi dengan pandemi COVID-19.

“Ini dibuktikan selama 10 tahun terakhir saya kira beberapa tahun sebelumnya postur UMKM tak berubah, masih didominasi usaha mikro, saat ini usaha mikro dengan omzet sampai Rp 2 miliar per tahun angkanya di 99,6 persen,” kata Teten.

Dengan demikian, beberapa poin yang jadi kebijakan pemerintah dalam meninjau hal ini. Pertama, pemerintah akan meningkatkan porsi kredit perbankan ke UMKM dari 20 persen jadi diatas 30 persen di 2024.

Begitu juga pada aspek KUR tanpa agunan yang semula tak lebih dari Rp50 juta, ditingkatkan jadi Rp100 juta. Menteri Teten mengaku dalam praktek penyaluran KUR tersebut masih ada yang menerapkan agunan.

Kemudian, plafon KUR naik dari semula Rp500 juta menjadi Rp20 miliar. “Kita harap ini bisa membuat UMKM jadi besar kapasitas usahanya, jadi bisa naik kelas,” ujarnya.

Upaya selanjutnya adalah dengan membangun Holding BUMN Ultra Mikro, dalam hal ini melingkupi BRI, Pegadaian, dan PNM. Ia berharap dengan adanya upaya itu, pelaku usaha bisa segera mendapat akses pembiayaan untuk peningkatan usahanya.

“Tentu juga dengan bunga yang kompetitif. Jangan sampai yang mikro malah lebih besar dari usaha menengah yang lebih besar,” tambah Teten.

Pada hal ini Ia menilai bahwa pembiayaan adalah satu faktor kunci UMKM untuk bisa bertahan dan bertransformasi di tengah pandemi memiliki dua isu utama. Pertama, masih rendahnya rasio kredit perbankan untuk UMKM, saat ini baru mencapai sekitar 20 persen. Perolehan itu masih lebih kecil dari negara tetangga.

“Lebih rendah dari Singapura yang sudah mencapai 39 persen, Malaysia 51 persen, Jepang 66 persen, dan Korea Selatan 81 persen,” tuturnya.

Kemudian, isu utama kedua adalah masih ada 39 juta usaha mikro yang belum mengakses pembiayaan formal. Dengan 7 juta di antaranya meminjam pembiayaan dari kerabat dan rentenir.

“Pemerintah ingin memastikan agar setiap warga dapat pekerjaan dan penghidupan yang layak termasuk sisi pembiayaan. Artinya negara hadir untuk memastikan transformasi UMKM benar-benar terjadi,” pungkasnya.