Ilustrasi digitalisasi UMKM. (Foto: Antara)

Jakarta, MNEWS.co.id – Memanfaatkan dunia digital dan menciptakan produk sesuai momen yang sedang berlangsung menjadi cara pelaku usaha kecil menengah (UKM) dalam bertahan di tengah perekonomian yang lesu akibat pandemi.

“Untuk menambah wawasan di bidang dunia digital marketing saya ikut terus pelatihan yang ada,” kata Fastabiqul Khoirot selaku pemilik Fasta Bakery dikutip dari Antara.

Awalnya Fasta hanya memasarkan produk-produk dengan berkeliling. Toko kue yang Ia kelola berawal saat Fasta yang masih duduk di bangku kelas 5 SD membantu sang Ibu untuk membuat dan berjualan donat kentang dengan berkeliling kampung sepulang sekolah.

Hal itu terus dilakukan, hingga pada 2012 Fasta dan Ibunya memutuskan untuk tidak lagi berkeliling dan berjualan di rumah saja. Kini, Fasta Bakery telah memiliki tujuh orang karyawan dengan omzet sekitar 40 – 50 juta perbulannya. Akhirnya Ia mencoba mengikuti perkembangan zaman yakni dengan memasarkan lewat digital agar semakin up to date.

Di saat pandemi mulai menyerang pada bulan Maret 2020 dan banyak kegiatan dilakukan secara daring, Fasta memiliki waktu luang yang lebih banyak. Kesempatan ini digunakan untuk menambah ilmu dan wawasan baru dengan mengikuti pelatihan-pelatihan online, salah satunya pelatihan Digital Entrepreneurship Academy yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Google Indonesia.

Saat itu Fasta mulai tersadar untuk melakukan promosi pada usahanya secara daring untuk menjangkau pasar yang lebih luas karena sebelumnya hanya menargetkan orang-orang di daerah sekitar Tuban. Beralih ke pemasaran digital membawa suka dan duka. Dirinya bersyukur kini banyak konsumen yang tahu produk-produknya.

Oleh karena itu, konsumen yang tidak bisa mengambil sendiri akhirnya batal memesan kue-kuenya. Ia berharap ke depannya bisa menyediakan jasa pengantaran agar konsumen di tempat yang jauh bisa menikmati kue-kuenya.

Sementara itu, Neny Sulistiowati pemilik Dapur8 berbisnis kuliner setelah belajar masak secara otodidak melalui resep dari Google. Neny dan adik bungsunya terlahir spesial dibanding kakak-kakaknya karena bertubuh tidak lebih tinggi dari 100cm.

Ketika memasuki pendidikan formal, Neny merasa tidak percaya diri untuk dapat diterima bekerja di perusahaan manapun. Lulus SMA, Neny mengajar anak SD dan SMP di lingkungan tempat ia tinggal untuk menyelesaikan PR selama sepuluh tahun sebelum memutuskan berwirausaha.

Pada pertengahan tahun 2015, Neny memulai bisnis kue yang ia namakan Dapur8. Menurutnya, dapur adalah jiwa dari sebuah rumah tangga, sedangkan angka 8 diambil dari nomor rumah yang ditinggali dan juga harapan agar usahanya terus berjalan tanpa putus seperti angka 8.

Lewat promosi secara daring, usahanya lebih banyak dikenal dan bisa menjangkau konsumen yang lebih luas. Tapi di sisi lain dia juga ditantang untuk menghadapi karakter konsumen yang bermacam-macam serta urusan seperti ongkos kirim.

Awalnya, Dapur8 hanya menerima pesanan kue ulang tahun, namun ketika pandemi Covid-19 menghantam di tahun 2020, Neny sadar semua orang lebih memprioritaskan untuk makan makanan sehari-hari dibanding kue karena omzetnya mulai menurun. Ia pun mengikuti kelas virtual Gapura Digital mengenai cara mengoptimalkan sosial media untuk bisnis.

Ia mempelajari bahwa target pasar yang dituju harus spesifik dan sesuai dengan minat masyarakat. Juga mencari konten yang cocok di tengah pandemi ini. Setelah pelatihan virtual, dia menyesuaikan konten dan berinovasi untuk membuka paket nasi kotak bulanan bagi komunitas sosial.

Menurutnya, salah satu ilmu yang ia dapatkan dari kelas tersebut adalah membuat foto dan video produk menarik. Ia sadar tantangan terbesar ketika berbisnis sekarang adalah bagaimana menarik minat netizen melalui konten yang ditampilkan di platform media sosial.