Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. (Foto: Kemenkop UKM)

Jakarta, MNEWS.co.id – Kementerian Koperasi dan UKM telah menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi UKM Nomor 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak. Permenkop ini menjadi jalan menuju sebuah tonggak baru model koperasi di Indonesia.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan model koperasi multi pihak dapat mengagregasi para pihak yang terlibat dalam sebuah bisnis tertentu. Sehingga cocok digunakan untuk usaha rintisan (startup) digital serta menjadi alternatif baru bagi milenial dalam membangun bisnisnya.

Pernyataan Teten tersebut terkait regulasi baru yaitu Peraturan Menteri Koperasi UKM (Permenkop) No 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak.

Teten menjelaskan saat ini tren perubahan dalam model bisnis mengarah kepada bentuk-bentuk sharing economy (ekonomi berbagi) yang berarti pendekatan bisnis dilakukan dengan cara mengagregasi para pelaku pada semua rantai nilai dari industri tertentu.

Karena itu  fakta ini direspons dengan sebuah terobosan baru yaitu menerbitkan regulasi koperasi multi pihak yang sudah disahkan pada 21 Oktober 2021 dan akan berlaku mulai April 2022.

Ia menyatakan regulasi baru ini menjawab kebutuhan dunia bisnis yang terus berkembang melalui lembaga bisnis berbentuk koperasi.

“Model-model bisnis baru dapat membentuk koperasi multi pihak, seperti startup digital yang sedang berkembang saat ini,” ujarnya dikutip dari siaran pers Kemenkop UKM.

Sementara itu, Deputi Perkoperasian Kemenkop-UKM Ahmad Zabadi menyampaikan bahwa model koperasi multi pihak bertujuan untuk memperbesar volume dan keberlanjutan bisnis bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya.

Misalnya pada industri kopi, mulai dari para petani, pengepul, roastery, entrepreneur, dan investor dapat dikolaborasikan semua dalam suatu wadah koperasi.

“Keunggulan koperasi multi pihak adalah kemampuannya melakukan agregasi berbagai modalitas menjadi daya ungkit bagi perusahaan,” kata Zabadi.

Menurut Zabadi, pola seperti itu tidak bisa dilakukan melalui koperasi konvensional yang memiliki anggota seragam. Contohnya, koperasi petani yang memiliki anggota hanya dari kelompok petani. Padahal, bisnis ini membutuhkan para pengolah produk, para entrepreneur yang memiliki kepakaran tertentu serta akses pasar.

Ia menambahkan model koperasi baru ini dapat dipraktikkan untuk kebutuhan bisnis seperti dari jasa, produksi, konsumsi, distribusi, digital, pertanian, dan sosial. Sehingga, sangat fleksibel dan terbuka bagi pengembangan aneka inovasi yang dikehendaki anggota koperasi.