Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menggelar diskusi bertajuk Digital Regulatory Outlook 2021, Rabu (24/2/21). (Foto: dok. idEA)

Jakarta, MNEWS.co.id – Ekonomi digital sudah sejak lama diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang  signifikan hingga lebih dari satu dekade ke depan. Bahkan, belakangan pertumbuhan ekonomi  digital benar-benar telah menjadi harapan untuk perbaikan kondisi Indonesia pasca pandemi.

Besarnya optimisme banyak pihak pada pertumbuhan ekonomi digital masih harus berhadapan  dengan tantangan dari sisi kebijakan yang mengiringinya. Seiring tren kehidupan sehari-hari yang  sudah didominasi teknologi seperti belajar, bekerja, belanja, menjalankan usaha, dan lain  sebagainya.

Menyikapi hal tersebut, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menggelar diskusi bertajuk Digital  Regulatory Outlook 2021 untuk menghimpun informasi dan perkembangan terbaru terkait  regulasi di bidang ekonomi digital. Dalam acara ini, idEA mengajak semua stakeholder untuk  menelaah peluang dan tantangan di bidang regulasi di bidang digital sepanjang 2021.

Acara yang digelar di Jakarta, Rabu (24/2/21) ini menghasilkan beberapa rekomendasi. Pertama  adalah terkait dengan perizinan. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 50 Tahun 2020,  pelaku kreatif dan UMKM wajib memiliki izin untuk berjualan online di platform digital seperti  marketplace, online retail, dan semacamnya.

“Dalam kondisi pandemi saat ini, kami merekomendasikan adanya peninjauan kembali aturan  tersebut. Karena UMKM membutuhkan  kemudahan dalam berusaha terutama secara digital. Kami memandang perlu adanya  penyesuaian PP 80/2019 maupun aturan turunannya. Pun dengan Omnibus Law yang seharusnya  bisa dievaluasi kembali,” kata Ketua Umum idEA, Bima Laga.

Rekomendasi kedua adalah terkait dengan pengawasan konten di Permenkominfo 5/2020. Menurut idEA, sangat sulit bagi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) jika hanya diberi waktu  satu hari untuk menyikapi pelaporan konten. Hal ini terkait dengan ketersediaan sumber daya  yang ada.

Terkait dengan pemberian akses data dalam rangka penegakan hukum, perlu dibuat  rambu-rambu agar hak akses terhadap data ini bisa menjaga akuntabilitas sehingga memberikan  kepastian hukum bagi pelaku usaha. Rambu-rambu ini bisa dilakukan dengan adanya approval  dari lembaga independen yang diamanatkan RUU Perlindungan Data Pribadi bagi Kementerian  atau Lembaga Negara yang berkeinginan melakukan akses terhadap data di Platform Digital.

Rekomendasi juga menyoroti pelaporan data oleh pelaku digital yang akan diatur dengan  Rancangan Peraturan Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut IdEA, tata cara pelaporan diharapkan  juga mengakomodir keberagaman skala bisnis dari setiap pelaku e-commerce.

“Setiap pelaku digital memiliki kapasitas infrastruktur IT yang berbeda-beda dengan menyediakan beberapa  pilihan mekanisme pelaporan data. Pelaporan data juga hendaknya merujuk pada perlindungan  data pribadi dan untuk tujuan yang terbatas,” ungkapnya.

Rekomendasi terakhir terkait dengan peraturan perpajakan. Dua aturan di antaranya adalah UU  Cipta Kerja bidang perpajakan dan UU Bea Meterai. Tantangan penerapan yang menjadi  perhatian platform digital di awal 2021 adalah peraturan turunan dari UU Bea Meterai.

idEA menyampaikan perlu ada penyesuaian ketentuan dalam UU Bea Meterai terutama ruang  lingkup objek meterai. Pemberlakuan materai dalam surat perjanjian sebagai salah satu dokumen  perdata tidak seharusnya mengikutsertakan Terms and Conditions (T&C) di Platform Digital.  Penerapan aturan ini juga masih memerlukan masa peralihan hingga 1 tahun.

Sementara, UU Cipta Kerja bidang perpajakan juga mengamanatkan pemberlakuan Nomor Induk  Kependudukan dalam faktur pembelian. Hal ini bisa berpengaruh menurunkan transaksi di  platform digital, di mana transaksi memerlukan KYC baru dengan NIK pembeli. “Kami, idEA  berharap bisa terlibat dalam proses penyusunan agar aturan bisa tepat sasaran,” kata Bima  menegaskan.

Seperti diketahui, nilai ekonomi digital Indonesia pada 2025 diperkirakan mencapai USD 124  miliar. Sektor e-commerce menjadi salah sektor penopang terbesar pertumbuhan ekonomi  digital di Indonesia dengan perkiraan nilai USD 83 miliar pada 2025 (Bain, 2020). Pemanfaatan e commerce di era pandemi juga semakin meningkat karena kondisi pembatasan sosial. Untuk itu,  butuh dukungan kebijakan yang bisa berjalan searah dengan perkembangan yang dibutuhkan  industri digital untuk bisa mencatatkan pertumbuhan sesuai harapan banyak pihak.