Jakarta, MNEWS.co.id – Digitalisasi dapat membantu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) bertahan selama pandemi Covid-19. UMKM perlu mengadopsi digitalisasi untuk menjaga produktivitas dan mempertahankan pendapatan mereka di tengah kondisi ini.
Penetrasi penjualan digital bisa menjadi strategi utama UMKM karena dapat memperluas jangkauan pasar dan mempromosikan produk, di samping mematuhi kebijakan pembatasan sosial yang menetapkan batas tertentu untuk kapasitas toko dan pengurangan jam operasi.
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan pandemi Covid-19 telah mendorong transformasi digital di Indonesia, terutama bagi pelaku UMKM. Kebijakan pembatasan sosial serta perubahan pola konsumsi masyarakat memaksa UMKM untuk mengubah operasional usaha dengan menggunakan platform digital untuk pemasaran.
Meskipun pengguna internet di Indonesia setiap tahun selalu tumbuh dengan perkiraan saat ini penetrasi internet sudah mencapai 73 persen dan 196 juta pengguna, namun peengetahuan teknologi yang masih rendah, keterbatasan infrastruktur, dan tenaga kerja yang kurang terampil masih menjadi kendala digitalisasi UMKM.
Penelitian yang dilakukan oleh Delloite Access Economics menunjukkan hambatan transformasi digital bagi UMKM di Indonesia. Sebanyak 36 persen UMKM di Indonesia masih menggunakan metode pemasaran konvensional dan hanya 18 persen UMKM yang dapat menggunakan media sosial dan website untuk mempromosikan produknya.
Sementara itu, sebanyak 37 persen UMKM hanya mampu mengoperasikan komputer dan internet secara sederhana. Penelitian dari Danareksa Research Institute juga menunjukkan hal serupa, 41,67 persen UMKM di DKI Jakarta sudah menggunakan media sosial dan pemasaran digital dalam operasional usaha. Sedangkan hanya 29,18 persen UMKM di Pulau Jawa dan 16,16 persen UMKM di luar Pulau Jawa yang sudah memanfaatkan pemasaran digital.
“Digitalisasi memberikan peluang untuk mempertahankan kelangsungan UMKM, misalnya dengan membuka pasar baru. Digitalisasi juga dapat dipercepat kalau pihak-pihak yang berwenang bersinergi, salah satunya, untuk menyediakan dan menjamin konektivitas internet yang berkelanjutan dan terjangkau,” jelas Peneliti CIPS Noor Halimah Anjani.
Salah satu sektor usaha UMKM yang terdampak oleh pandemi Covid-19 adalah kuliner. Riset dari Paper.id dan SMESCO menunjukkan 43,09 persen UMKM di sektor kuliner mengalami penurunan omzet. Terutama pelaku usaha yang menjual produk-produknya secara tatap muka seperti bisnis katering.
Akan tetapi di saat yang bersamaan, UMKM kuliner masih mampu bertahan dan tumbuh karena permintaan dari masyarakat yang beralih membeli kebutuhan yang awalnya dilakukan secara langsung menjadi secara online.
CIPS mengapresiasi langkah yang diambil oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) yang bekerja sama dengan salah satu unicorn ride hailing untuk memfasilitasi pemasaran digital UMKM di bidang kuliner melalui aplikasinya dan laman Bela Pengadaan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
“CIPS berharap kerja sama ini tidak hanya menyasar UMKM kuliner di kota-kota besar, namun juga UMKM kuliner di daerah-daerah. Kemenkop UKM dapat memberikan instruksi kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan sosialisasi dan pendampingan terkait kerja sama ini. Sehingga, UMKM yang berada di daerah juga dapat ikut memasarkan produk-produknya ke pasar yang lebih luas melalui platform digital,” ujar Halimah.
CIPS juga berharap ke depannya kerja sama antara pemerintah dengan pihak swasta untuk mendorong UMKM ‘naik kelas’ semakin digalakkan. Kerja sama ini dapat membuka peluang bagi UMKM untuk meningkatkan penjualan dan operasionalnya.