Jakarta, MNEWS.co.id – Masa pandemi virus corona (Covid-19) menghantam berbagai sektor kehidupan termasuk salah satunya sektor ekonomi. Lini UMKM juga turut terdampak dengan kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat dengan adanya kebijakan PPKM atau PSBB.
Namun demikian ada salah satu kisah inspiratif UMKM sandal wanita merek Aludy yang dapat bertahan di masa pandemi Covid-19. Kini semakin melebarkan sayapnya untuk menembus pasar ekspor dengan mengutamakan bahan lokal dan menggunakan tenaga kerja lokal di Bogor, Jawa Barat.
Founder sendal perempuan Aludy, Lulu Maulida menjelaskan awalnya usaha tersebut Ia mulai pada 2019 namun baru berkembang pesat pada masa pandemi Covid-19 di tahun 2020.
“Pas 2020 itu kebanyakan pembeli itu kan secara online (melalui marketplace atau e-commerce). Dan saya ada temen-temen serta keluarga yang kena PHK dampak pandemi, juga saudara kerja di pasar tapi tutup karena dampak PPSB saat itu,” ujar Lulu Maulida.
Hal inilah yang mendorong Lulu untuk serius menggarap bisnis sendal perempuan. Ia mengungkapkan pangsa pasar dari sendal perempuan tersebut bersifat general, pantofel bisa untuk karyawan, sendal tanpa hak untuk ibu-ibu sehari-hari.
Selain itu terdapat pula sendal model kaca untuk ibu kondangan. Kemudian sendal atau sepatu flat tanpa hak (teplek) yang kerap digunakan anak muda. Untuk brand Aludy, Ia mengungkapkan cukup terjangkau untuk anak muda maupun mahasiswa dengan kisaran harga Rp89.000,- hingga Rp 200.000,-.
Berawal dari jumlah pekerja hanya tiga orang di pertengahan 2019 saat memulai usaha. Pada 2020, brand tersebut memiliki 6 reseller dengan wilayah di sekitar Bogor, Depok, Jagakarsa, Pamulang.
“Satu reseller bisa meminta pasokan hingga 250 pasang sandal perempuan. Kalau di departement store setidaknya 500 pasang di masa pandemi Covid-19, kalau kondisi sudah normal mungkin mereka bahkan meminta pasokan 800 – 1.000 pasang setiap bulannya,” jelas Lulu.
Ke depannya, Ia mengaku akan semakin mengembangkan sayap di daerah lainnya. Diantaranya yakni ekspansi reseller Toboali Bangka Selatan, Serang Banten, Makassar, dan Batam. Memiliki tempat produksi di Bogor dengan 15 orang karyawan, jumlah sendal perempuan yang diproduksi bisa mencapai 30 kodi setiap satu pekan.
“Tiga orang di pertengahan 2019 pekerjanya cuman 3 orang. Setelah produk kami masuk departemen store dan sudah dipatenkan mereknya, 15 orang di bagian produksi ada yang bagian jahit, lem, dan emboss brand. Kalau pemotongan material sendal menggunakan mesin. Ada juga 3 SPG ditaruh di departemen store di Bogor, Cirebon, Sukabumi,” ungkapnya.
Ia kemudian memberikan pesan kepada anak muda yang hendak mengikuti jejaknya dalam mengembangkan produk ekonomi kreatif dan UMKM. “Kunci suksesnya, jangan menyerah di kondisi apapun selama ada peluang maju saja. Ke depannya harapan saya ingin perwakilan reseller ada di seluruh Indonesia. Kami juga ada rencana ekspansi ke luar negeri seperti di Kanada. Tetapi kami masih mau lebih menekuni pasar lokal terlebih dahulu,” pungkasnya.