Jakarta, MNEWS.co.id – Saat ini, generasi muda Indonesia merupakan mayoritas yang menjadi bonus demografi, yaitu mencapai 53% dari total penduduk Indonesia. Generasi muda yang penuh semangat berinovasi, adaptif, dan juga cekatan dapat menjadi nakhoda penggerak serta pembawa perubahan positif dalam aspek ekonomi, politik, dan lingkungan menuju masa pemulihan pandemi Covid-19.
Hal ini sejalan dengan agenda pemerintah yang tengah mempersiapkan rencana pertumbuhan ekonomi hijau untuk turut menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan keinklusifan sosial serta faktor lingkungan.
Sebagai bagian dari ajang forum G20, akan dilaksanakan Youth 20 Summit (Y20) Indonesia pada Juli 2022 untuk mendorong agenda-agenda yang menjadi perhatian pemuda sebagai kebijakan global.
Guna mendukung pergerakan generasi muda ini, DBS Asian Insights Conference 2022 mengadakan sesi diskusi panel bertajuk “The Youth Who Makes a Difference” dengan menghadirkan narasumber antara lain Co-Chair Y20 Indonesia Budy Sugandi, CEO H!Cups Kathleen Gondoutomo, Founder Pijakbumi Rowland Asfales, dan Founder & CEO Waste4Change M. Bijaksana Junerosano.
Co-Chairman dari Youth 20 (Y20) Indonesia, Budy Sugandi mengatakan, di tengah berbagai acara bertaraf internasional yang dilaksanakan di Indonesia, salah satunya G20, Youth 20 (Y20) Summit Indonesia merupakan bagian dari Presidensi G20 yang akan mendiskusikan empat area prioritas, yakni Ketenagakerjaan Pemuda, Transformasi Digital, Planet yang Berkelanjutan dan Layak Huni, serta Keberagaman dan Inklusi.
Para generasi muda saat ini berkesempatan untuk bisa terlibat langsung dalam membuat keputusan bersama, bahu-membahu dalam membuat perubahan nyata secara signifikan di mana keputusan dan hasil yang ada akan diikutsertakan dalam G20.
“Di situasi seperti saat ini, kita memiliki begitu banyak tantangan, seperti talenta digital,” ucap Budy dikutip dari siaran pers yang diterima oleh redaksi MNEWS.co.id.
Dalam sebuah survei yang dilakukan Worldbank & Mckinsey, Indonesia membutuhkan 600 ribu talenta digital tiap tahunnya, dan pada tahun 2030 akan menyentuh angka 9 juta. Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi juga menyatakan bahwa terdapat learning lost selama dua tahun terakhir ini yang mengakibatkan hampir 76 ribu anak di Indonesia putus sekolah.
“Sebagai generasi muda, sudah seyogyanya kita merumuskan berbagai ide, inovasi, dan inisiasi untuk mengatasi masalah ini. Maka dari itu, melalui Y20 Indonesia yang bertemakan ”Recover Together, Recover Stronger”, kita mendapatkan kesempatan untuk mendiskusikan berbagai permasalahan yang ada, serta mempromosikan hal-hal baik dan nilai luhur yang menjadi identitas negara kita dalam menyingkapi keberagaman dan inklusivitas, seperti nilai gotong royong dan Bhinneka Tunggal Ika di kancah dunia,” ungkap Budy.
Pada kesempatan yang sama, CEO H!Cups Kathleen Gondoutomo membagikan peranan H!Cups, sebagai brand minuman kekinian, yang tengah merangkul para perempuan di seluruh Indonesia terutama di kota kecil agar mereka bisa mengembangkan dan memajukan potensi yang dimiliki.
Meskipun perbandingan penduduk perempuan dan laki-laki di Indonesia hampir sama, Kathleen melihat bahwa hak-hak mendasar wanita masih dibatasi oleh masyarakat, termasuk tidak diberikannya bekal yang mumpuni dalam pembentukan kemampuan dan potensi diri. Terlepas dari peranan wanita semakin besar, kesetaraan gender masih menjadi tugas bersama yang dapat dimaksimalkan.
“H!Cups berdiri untuk membantu menanggulangi isu pemberdayaan perempuan di area terbelakang dengan meningkatkan keterampilan sumber daya manusia (SDM) perempuan di Indonesia. Saat ini, 85-90% karyawan kami adalah perempuan,” ujar Kathleen.
Fokus H!Cups dalam mendukung pemberdayaan perempuan berangkat dari keresahan mereka saat bertemu dengan berbagai perempuan yang tidak mendapatkan hak dasarnya dan tidak dipersiapkan atau dibekali kemampuan yang mumpuni.
“Kami percaya pemberdayaan perempuan mendorong perempuan untuk mencapai potensi maksimalnya, sehingga mereka bisa membantu bukan hanya kehidupan keluarga mereka dan pribadi, tapi juga dapat memberikan yang terbaik untuk Indonesia,” ucap Kathleen.
Founder Pijakbumi, Rowland Asfales menjelaskan bahwa regulasi terkait produk ramah lingkungan saat ini sedang diproses, yang mana pada praktiknya di lapangan, banyak pelaku bisnis yang hanya berfokus membangun citra perusahaannya sebagai brand yang peduli terhadap kelestarian lingkungan, tanpa benar-benar melakukan kegiatan yang berdampak nyata, atau biasa disebut sebagai greenwashing.
Pijakbumi sendiri menggunakan material daur ulang untuk memproduksi produk sepatu rendah karbon. Melalui sertifikasi, uji lab, dan pembuktian, Pijakbumi telah mendapat kepercayaan bukan hanya di Indonesia, tetapi di berbagai negara lainnya, seperti Jepang dan Swiss.
Mengusung tema ‘For Better Earth’ dalam kampanye sosialnya, Pijakbumi ingin menyampaikan bahwa kita bisa menjaga lingkungan lebih baik dengan mengurangi penggunaan produk energi serta menggunakan produk daur ulang yang penggunaan energinya lebih rendah.
Pijakbumi juga selalu mengedepankan produk ramah lingkungan dan berkualitas tinggi. Walau masih harus disempurnakan, Pijakbumi berkomitmen menciptakan inovasi sepatu dengan pengembangan bisnis yang berorientasi keberlanjutan dan dapat memberikan dampak ekonomi.
“Dengan menerapkan prinsip “People, Planet, Profit”, kami berusaha menciptakan perusahaan dengan profitabilitas positif serta bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat,” kata Rowland.
Menurut Founder & CEO Waste4Change, M. Bijaksana Junerosano, menjaga kelestarian merupakan tanggung jawab bersama yang harus dimulai sesegera mungkin mengingat kecepatan kerusakan lingkungan lebih tinggi ketimbang dengan solusi yang diterapkan di Indonesia.
Berdasarkan atas data United Nations (UN), saat ini kita berada pada satu dekade yang sangat krusial untuk restorasi lingkungan. Jika ini terlewat, maka kerusakan lingkungan sudah terlalu jauh bahkan tidak bisa dipulihkan lagi.
Menyikapi hal tersebut, ia mengatakan bahwa salah satu hal mendasar yang perlu dilakukan adalah dengan mengelola sampah secara bijaksana dan bertanggung jawab.
Dari awal berdiri, Waste4Change berkomitmen untuk melaksanakan satu misi, yakni untuk mengatasi isu sampah yang semakin kompleks dan secara visual semakin terlihat sehingga penting untuk diselesaikan.
Untuk itu, lanjutnya, pemuda-pemudi di Indonesia pun perlu berkontribusi dalam mendorong pengelolaan sampah yang lebih baik, seperti memisahkan sampah berdasarkan jenisnya sebagai titik awal mempertanggungjawabkan sampah masing-masing.
Potensi anak muda Indonesia yang punya intelektualitas juga dapat dimanfaatkan untuk mendorong pengolahan limbah yang baik dan bertanggung jawab, membuat mekanisme yang mendorong ekonomi sirkular, menyuarakan tentang isu lingkungan.
“Pada akhirnya, perubahan kecil yang dibuat dapat menghasilkan dampak yang struktural dan besar,” tambah M. Bijaksana Junerosano.
Dengan begitu banyaknya jumlah SDM yang tersedia, anak muda Indonesia tentu bisa berkontribusi dan memberikan dampak secara nyata untuk perubahan lingkungan.
“Mengubah peran kita dari kaum rebahan jadi kaum perubahan yang bermanfaat bagi banyak orang,” tutup Budy.