
Jakarta, MNEWS.co.id — Koperasi yang sehat tidak hanya menyejahterakan anggotanya dan berkontribusi untuk PDB demi meningkatkan perekonomian. Lebih dari itu, koperasi yang sehat bisa menjadi wadah bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam mengembangkan usahanya.
Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM dalam hal ini, terus berupaya melakukan pelaksanaan pengawasan koperasi agar terwujud tata kelola kelembagaan pemerintah yang baik dan bersih. Implementasi kebijakan yang dilakukan antara lain melalui serangkaian kegiataan, mulai dari koordinasi, pemantauan, evaluasi, baik tingkat pusat/daerah maupun sektoral, serta pelaksanaan analisa kebijakan untuk rancangan kebijakan selanjutnya.
Deputi Bidang Pengawasan, Suparno, mengatakan, di tahun ini sudah genap 72 tahun koperasi berdiri di Indonesia. Jangan remehkan koperasi, karena biarpun terkesan ‘kecil’, tetapi ada koperasi yang sudah memiliki 100 ribu anggota, bahkan ada yang memiliki omzet mencapai Rp 7 Triliun.
“Koperasi yang sehat akan diberikan apresiasi, koperasi yang tidak sehat akan diberi sanksi. Tidak hanya mengawasi, kami juga mengembangkan peraturan yang ada. Ada permen (peraturan menteri) misalnya, mungkin butuh juknis, dan sebagainya,” jelas Suparno dalam Konferensi Pers di Press Room Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Rabu, (6/2/2019).
Proses pembentukan jabatan fungsional pengawas koperasi telah memasuki fase diundangkannya Permen PAN RB No.43/2018 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Koperasi. Selama 2018 kemarin, Deputi Pengawasan telah melakukan kegiatan, seperti advokasi kepatuhan koperasi, pemeriksaan kelembagaan dan usaha simpan pinjam, penilaian kesehatan koperasi, penerapan sanksi, hingga pengadaan satgas pengawas koperasi daerah.
Dari total 142.142 koperasi di seluruh Indonesia, 99,64 persen di antaranya adalah kewenangan provinsi dan kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan penilaian kesehatan sesuai dengan UU No.23/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Karenanya, Deputi Bidang Pengawasan membentuk Satuan Tugas Pengawas Koperasi Daerah sebanyak 1.712 orang PNS di setiap provinsi, masing-masing provinsi sebanyak 5 orang, dan kabupaten/kota 3 orang untuk meningkatkan koordinasi serta pengawasan koperasi.
Suparno melanjutkan, jika koperasi ingin bekerja sama dengan perbankan, menerima penghargaan melakukan peminjaman, dan seterusnya, harus memiliki syarat koperasi sehat. Demikian juga ketika ingin membuka cabang. Koperasi yang memang mengikuti aturan dan memenuhi syarat sehat dan cukup sehat, diperbolehkan mendirikan cabang.
Kementerian Koperasi dan UKM juga bekerja sama dengan BIN dan Bareskrim untuk memperhatikan rambu-rambu terkait transaksi online yang dilakukan koperasi. Bukan hanya pencegahan, tambah Suparno, nantinya mungkin Deputi Bidang Pengawasan akan melangkah ke penanganan dan penyidikan.
“Dalam menjalankan tugas, kami ingin mengawal koperasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Koperasi yang sehat, yang besar, mereka harus kembali ke jati dirinya. Bahkan akhir-akhir ini koperasi ikut berkembang mengikuti perkembangan teknologi. Baru kali ini kami mengundang BIN dan kepolisian karena maraknya penipuan, agar jangan sampai masyarakat dirugikan,” tandas Suparno.
Sementara itu, Asisten Deputi Pemeriksaan Usaha Simpan Pinjam Kementerian Koperasi dan UKM, Ahmad Helmawi Gofar menuturkan, banyak koperasi yang ditutup karena pailit. Tapi ada contoh kasus dari Intidana yang bisa menjadi contoh bangkitnya koperasi setelah mengalami kerugian.
“Dari perjalanan pengawasan, banyak koperasi yang ditutup karena pailit. Contohnya KSP Intidana, adanya penipuan dan sebagainya. Koperasi meminta mediasi, sehingga diberi putusan sela oleh pengadilan dan mereka membangun kembali. Yang tadinya nasabah jadi anggota, akhirnya jadi bagus lagi,” jelas Gofar.
Sebagai tambahan informasi, dari 516 jumlah koperasi nasional yang menjadi kewenangan Deputi Bidang Pengawasan, 288 di antaranya telah dilakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan menunjukkan, ditemukan adanya sejumlah masalah, antara lain masalah kelembagaan koperasi yaitu izin usaha simpan pinjam, izin pembukaan kantor cabang, perubahan anggaran dasar, koperasi tidak melaksanakan RAT, belum memiliki peraturan khusus, SOM dan SOP, serta ada pula koperasi yang dipailitkan oleh anggotanga atau pihak ketiga, serta masih terbatasnya jumlah Dewan Pengawas Syariat untuk KSP berbasis syariah.
Namun, harus tetap diperhatikan fungsi Pemda dalam mengalokasikan anggaran dan SDM yang kompeten untuk melaksanakan tugas pengawasan, pemeriksaan, serta penilaian kesehatan koperasi.
Adanya kendala meningkatkan kesehatan koperasi juga disebabkan pemeriksaan on the spot masih terbatas. Dari koperasi yang sudah diperiksa, sebanyak 15 persen sehat, 75 persen cukup sehat, sedangkan sisanya dalam pengawasan. Ada juga 7 koperasi pailit yang kasusnya sudah sampai ke Pengadilan Negeri, antara lain di Jakarta, Jawa Timur, dan Makassar. Kasusnya pun rata-rata gagal bayar.