Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Meliadi Sembiring dalam diskusi bertema Industri Film Butuh Koperasi, di Jakarta, Rabu (28/11/18). Foto: (doc/KemenkopUKM)
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Meliadi Sembiring dalam diskusi bertema Industri Film Butuh Koperasi, di Jakarta, Rabu (28/11/18). Foto: (doc/KemenkopUKM)

Jakarta, MNEWS.co.id – Industri kreatif di Indonesia seperti perfilman, memerlukan badan hukum sebagai wadah untuk menuangkan ide-ide, kreasi, produksi, hingga penayangan film. Kementerian Koperasi dan UKM menilai, koperasi menjadi wadah yang tepat bagi industri film untuk menjalankan seluruh kegiatan proses kreatifnya.

“Karena, koperasi itu merupakan kumpulan orang-orang dengan persepsi, visi, dan misi yang sama. Saya yakin syarat itu bisa terpenuhi karena dalam satu insan dan profesi yang sama,” ujar Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Meliadi Sembiring dalam diskusi bertema Industri Film Butuh Koperasi, di Jakarta, Rabu (28/11/18).

Di acara yang dihadiri belasan komunitas film yang ada di Sumatera, Jawa, Bali, dan NTB, Meliadi mengibaratkan industri film itu seperti sebuah pohon, di mana masing-masing memiliki fungsi dan peran. Akar mencari makanan, daun memasak makanan, dan dahan untuk tempat berbuah.

“Intinya, bagaimana menyatukan para insan kreatif membuat film berkualitas dalam satu wadah bernama koperasi,” imbuh Meliadi.

Hal senada dikatakan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid. Menurut Hilmar, badan hukum koperasi merupakan bentuk yang tepat bagi industri kreatif termasuk perfilman di Indonesia, untuk masa kini dan mendatang.

“Karena koperasi adalah sebuah institusi bisnis berbasis kerjasama. Bahkan, sudah meluas dan menjadi tren di kalangan anak muda melakukan bisnis berbasis kolaborasi,” kata Hilmar.

Hilmar mengakui, ide dan kreasi di industri film nasional memiliki potensi yang luar biasa besarnya. Tapi, banyak dari ide dan kreasi itu yang tidak bisa terwujud menjadi sebuah program. “Masalah industri dan insan film nasional adalah di sisi produksi dan eksibisi. Bayangkan, di Indonesia jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa hanya memiliki 1400 layar bioskop. Bandingkan denga Korea Selatan yang sudah memiliki 10 ribu layar bioskop,” tandasnya.

Lebih lanjut Ia menyebutkan, film pendek dan dokumenter yang dihasilkan jumlahnya seperti lautan, banyak jumlahnya. Tapi, tidak pernah bisa masuk ke bioskop karena keterbatasan distribusi dan ekshibisi (penayangan).

“Kalau pihak swasta buka bioskop di kabupaten, apa untungnya? Tapi, kalau koperasi yang bikin itu solusi yang sangat tepat. Bagi saya, koperasi sangat tepat sebagai wadah bagi ekonomi kreatif dan pengembangan kebudayaan di Indonesia,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Asisten Deputi Kewirausahaan Kemenkop dan UKM Budi Mustopo mengungkapkan, pihaknya memiliki program pelatihan yang bisa diakomodir kalangan industri perfilman di Indonesia.

“Kita membuka diri untuk kerjasama dengan kalangan komunitas film di seluruh Indonesia. Karena, karya film pendek itu sarana tepat promosi potensi yang ada di daerah di seluruh Indonesia,” pungkas Budi.

Budi menambahkan, ada pelatihan kewirausahaan dan perkoperasian yang bisa dimanfaatkan kalangan komunitas film. Dua pelatihan itu bisa terwujud merupakan usulan kebutuhan dari masyarakat atau komunitas film. “Bahkan, pada 2019 mendatang, komunitas kreatif termasuk perfilman di Indonesia menjadi prioritas program bagi Kemenkop dan UKM,” tandas Budi.