Kepala Bekraf Triawan Munaf meresmikan peluncuran buku KOPI: Indonesian Coffee Craft & Culture, di Tugu Kunstkring, Jakarta, Rabu (12/12/18). Foto: (doc/MNEWS)
Kepala Bekraf Triawan Munaf meresmikan peluncuran buku KOPI: Indonesian Coffee Craft & Culture, di Tugu Kunstkring, Jakarta, Rabu (12/12/18). Foto: (doc/MNEWS)

Jakarta, MNEWS.co.id – Kopi dan budaya ngopi yang mulai bertebaran di seluruh kawasan Nusantara, merupakan tren kopi yang terinspirasi dari gelombang ketiga yang terjadi di Amerika Serikat, Jepang, dan negara maju lainnya, menjadikan kopi sebagai media untuk berkreasi.

Pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) berupaya mendukung industri kreatif nasional, termasuk industri kreatif yang lahir dari kekayaan kopi Indonesia. Setelah beberapa waktu lalu mengenalkan ‘KOPI INDONESIA’ sebagai generic branding, Bekraf meluncurkan buku yang membahas tentang seluk-beluk hingga budaya ngopi di Indonesia.

Penampilan tari kontemporer dari Animal Pop Family Dance, Tugu Kunstkring, Jakarta,
Rabu (12/12/2018). Foto: (doc/MNEWS)

“Buku ini merupakan upaya untuk mendokumentasikan secara lengkap perjalanan kopi Indonesia sejak pertama kali diperkenalkan di era kolonial Belanda, hingga menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat kekinian Indonesia,” ujar Kepala Bekraf, Triawan Munaf dalam acara peluncuran buku “KOPI: Indonesian Coffee Craft & Culture” di Tugu Kunstkring, Menteng, Jakarta, pada Rabu (12/12/2018).

Menurut Triawan, akhir-akhir ini kita bisa melihat munculnya generasi baru petani, entrepreneur, dan profesional yang memperlakukan kopi lebih dari sekadar komoditas ekspor. Generasi baru ini yang terinspirasi dari tren kopi di negara-negara maju. Mereka lalu menanam, memproses, dan menyeduh kopi dengan pendekatan baru. Semua dilakukan dengan kejelian, dedikasi dan komitmen terhadap kualitas kopi.

Kemudian, lanjutnya, dari segi varian kopi Indonesia sangat kaya. Tercatat sudah ada 21 kopi Indonesia yang memiliki indikasi geografis. Kekayaan kopi yang sangat beragam ini melahirkan begitu banyak varian rasa, menjadi ciri khas tersendiri yang tidak ada di negara lainnya.

Bekraf juga berterima kasih kepada kepada almarhum Bondan Winarno, salah satu ikon dalam dunia kuliner Indonesia yang ikut berkontribusi dalam proyek pembuatan buku ini.

“Kecintaan dan passion almarhum terhadap kopi Indonesia yang termuat dalam buku ini akan menjadi warisan yang berharga bagi kita dan generasi mendatang,” imbuh Triawan.

Daroe Handojo, Wakil Ketua Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI)
dalam sesi Coffee Cupping, di Tugu Kunstkring, Jakarta, Rabu (12/12/2018). Foto: (doc/MNEWS)

Selain diramaikan oleh penampilan tari kontemporer dari Animal Pop Family Dance, dalam acara peluncuran buku ini juga ada sesi coffee cupping, yaitu mencicipi berbagai jenis kopi yang telah disajikan hangat-hangat. Sesi cupping dipandu oleh Daroe Handojo, Wakil Ketua Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI). Ada 16 gelas kopi yang harus dicoba satu per satu oleh partisipan, untuk menentukan jenis kopi tertentu terkandung di dalam gelas mana saja. Peserta yang menebak dengan benar akan mendapatkan hadiah.

Untuk setiap 150 ml air, digunakan 100 gram kopi yang diseduh air dengan temperatur 62 derajat celcius. Ternyata, empat jenis kopi yang digunakan berasal dari Mandailing dan Bali Kintamani, dengan rasa yang berbeda karena dipengaruhi proses pasca panen. Demikian juga dengan derajat roasting yang berbeda, ada medium light dan medium dark.

“Coffee is not just a coffee. Lewat cupping ini, Anda bisa merasakan cita rasa kopi yang begitu beragam,” tandas Daroe.

Nantinya buku ini juga dapat diakses secara digital melalui aplikasi iPusnas milih Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dan dapat diunduh di portal Bekraf.