Ilustrasi

Perkembangan bisnis busana muslim yang semakin dinamis, membawa keuntungan besar bagi sebagian pemain bisnis fashion retail. Salah satunya brand busana muslim asal Bandung, Elzatta. Brand di bawah grup brand fashion Elhijab yang berada dalam naungan perusahaan Elcorps yang didirikan Elidawati ini, mampu menarik perhatian masyarakat luas. Dengan menawarkan sejumlah koleksi yang simpel, namun elegan serta ramah di kantong.

Maka tak heran, jika hanya dalam waktu lima tahun bisnis busana muslim yang dipelopori wanita kelahiran Jakarta, 6 Juni 1964 ini tumbuh pesat. Bahkan telah melahirkan lima line clothing dengan genre berbeda. Baik dari ready to wear daily, syar’I, dan office wear. Juga khusus untuk laki-laki dan koleksi premium untuk wedding.

Menilik kesuksesan itulah, BisnisUKM.com mengutip artikel dream.co.id yang menghadirkan Wawancara Khusus bersama Founder Elzatta, Elidawati untuk mengupas tuntas rahasia kesuksesannya. Berikut petikan wawancara Ratih Wulan Pinandu dengan Pendiri Elzatta sekaligus CEO Elcorps, Elidawati.

Sejarah terbentuknya El Hijab seperti apa? Kenapa memakai nama Elzatta?

Namanya kenapa jadi Elzatta? Karena dulu awalnya kita mau pakai nama Zatta, nama anak saya. Tapi awal di 2012, saat berpromosi satu halaman di majalah tiba-tiba lawyer dari brand Zara mengirim surat keberatan. Mereka menilai nama Zatta itu mirip dengan Zara.

Padahal menurut saya si ngga, font tulisannya beda banget dan kita juga double `T`. Saya mikirbagaimana ini? Kita baru mau mulai sekitar bulan April. Lalu, saya ketemu teman yang orang Indonesia tapi paham hukum internasional. Hingga akhirnya, dia menjelaskan seharusnya ibu menang karena jelas akta lahir anak saya diminta.

Cuma masalah seperti ini nggak bisa selesai seketika. Bisa bertahun-tahun hasilnya baru keluar. Saya berpikir kalau konsentrasi kita ke sana, nggak akan jadi memikirkan bisnis. Tapi kalau ini nanti dapat, tetap jadi milik ibu. Hingga anak-anak berpikir, apa ya gampangnya?

Akhirnya tim menyarankan untuk menambahkan nama saya di depannya. Jadinya El (Elidawati) Zatta. Jadi sebenarnya sesimpel itu.

Dari awal, apakah konsepnya memang dedicated untuk fashion muslim?

Oh iya, sejak awal kita dedicated untuk hijab sekitar kepala. Awal-awal itu konsentrasi di scarf, bergo, pashmina sama ada permintaan. Lama-kelamaan ini bajunya mana? Untuk saat ini 70 persen itu produksi hijab dan 30 persennya untuk baju, pernak-pernik dan lainnya.

Kalau ibu sendiri, apakah memang memiliki latar belakang fashion dan khusus busana muslim?

Oh iya, saya dari awal memang bergelut di fashion muslim sejak tahun 90-an. Sudah lebih dari 25 tahun. Jadi merasakan betul. Karena saya juga pemakai hijab sejak tahun 1983. Tahu sekali bagaimana perjuangannya. Karena kemana-mana kita diledekin, mau show model juga nggak mau. Tapi ya alhamdulillah semua sudah dijalani selama 27 tahun.

Selama 27 tahun, apa tantangan terbesar dalam membesarkan bisnis busana muslim? Apalagi sebelum 2010 bisnis busana muslim belum secepat saat ini?

Ngga, sesudah tahun 1996 Tanah Abang sudah mulai berubah. Tolak ukur kita Tanah Abang sebagai pusat grosir. Dulu belum ada blok A karena masih Tanah Abang lama. Kalau kita mau tahu busana muslim dulu yang sampai sekarang masih ada itu style Kisun (Ki Sunarto), Ellen Darsana yang baju-baju tuniknya segini (sepaha). Sekarang kan jarang mana ada tunik segitu? Karena sudah lebih panjang lagi sampai bawah lutut, walaupun bukan brand muslim. Dulu kita tinggal tunggu saja, efeknya di semua perdagangan di daerah-daerah dan semua mal.

Sesudah 2010 memang ada tahapan lebih banyak. Kalau di Bandung dulu setiappengkolan (tikungan) cuma ada brand tertentu. Sekarang ya sudah banyak lah, setiap pengkolan ada butik busana muslim. Tapi sesuai dengan fokusnya masing-masing dan keseriusannya ya.

Jadi ada yang muncul tenggelam. Banyak orang Indonesia bikin bisnis berdasarkan hobi tapi kan bisnis tidak bisa berdasarkan senang dan hobi. Bisnis harus ada dasar ilmu dan keseriusan.

Lalu, setelah 2010 memang banyak desainer-desainer muda. Terutama yang kelihatan marak itu di media sosial. Dulu, itu awanya Facebook dulu sebelum Instagram. Memang maraknya bisnis-bisnis online di sosmed tapi kalau mau dibilang besarnya bisnis e-commerce dan onlineitu hanya karena besar pada percakapan media sosialnya saja. Orang Indonesia masih senang bercengkerama saja, percakapan tanya tentang warna, detail, tawar-menawar tapi nilai transaksinya masih belum.

Indonesia ini negara kreatif dari fashion dan kuliner. Tapi banyak yang belum mengikuti standarisasi. Banyak yang laku tapi belum diurus. Seperti pakaian pakai standar size itu ada, tapi persyaratan-persyaratan itu belum dimiliki. Jadi saat belanja online, kecewa karena ukuran tidak sama, bahan gimana-gimana jahitannya seperti apa.

Setelah 2012 mulai berkompetisi. Kalau kita punya brand-brand besar busana muslim di Indonesia berkompetisi secara sehat. Bagaimana memenangkan hati konsumen secara riil, tidak bisa ditipu. Jadi pas datang ke toko-toko kami tahu seperti apa khasnya Elzatta itu scarfnya dikenal dengan kekuatan motif bunga-bunga. Jai tidak bisa sewaktu-waktu ganti style, fabric dan ciri khasnya. Meskipun tidak menutup kemungkinan, dengan kreativitas brand untuk menciptakan inovasi baru ya.