Ilustrasi UMKM. (Foto: Raisan Al Farisi)

Jakarta, MNEWS.co.id – Kementerian Agama membagikan cara pengurusan sertifikasi halal bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal itu dilakukan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap produk halal bagi masyarakat di Tanah Air.

Cara mengurus sertifikasi halal itu pun sebenarnya cukup sederhana. Yakni mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2004 tentang Jaminan Produk Halal.

”Langkah pertama itu, pelaku usaha harus mengajukan permohonan kepada BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) dengan melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan. Itu sudah tersedia secara online based,” kata Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama,  H. Mastuki.

Adapun data yang harus diisi dan disiapkan di antaranya mulai dari data pelaku usaha (Nomor Induk Berusaha dibuktikan dengan NPWP, SIUP, atau IUMK), nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan (bahan baku produk), pengolahan produk (proses pembelian, penerimaan, penyimapanan bahan, pengolahan, hingga distribusi), serta dokumen sistem jaminan produk halal (sistem manajemen yang dipakai untuk menjaga proses produksi halal).

Setelah seluruh permohonan itu dilengkapi kebutuhan datanya, langkah selanjutnya BPJPH akan memeriksa kelengkapan dokumen tersebut kemudian akan memberikan notifikasi lanjutan. Notifikasi lanjutan itu berisi daftar Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang bisa dipilih pengaju sertifikasi dan LPH itu sudah memenuhi akreditasi khusus dari Kementerian Agama.

Saat ini, Indonesia baru memiliki tiga LPH yang telah beroperasi yaitu LPH LPPOM MUI, LPH Sucofindo, dan LPH Surveyor Indonesia. Ada sembilan LPH yang masih dalam proses akreditasi untuk bisa beroperasi membantu proses sertifikasi halal.

“Setelah LPH terpilih, LPH itu akan melakukan pemeriksaan kepada proses produksi dan seluruh sistem yang digunakan oleh pelaku usaha. Itu memakan waktu cukup panjang. Nanti hasilnya diserahkan ke MUI untuk berlanjut ke sidang Fatwa Halal,”  ungkapnya.

Dalam sidang Fatwa Halal pelaku usaha yang berhasil akan mendapatkan surat ketetapan halal untuk usahanya. Meski demikian, hal tersebut bukan akhir dari proses sertifikasi karena sertifikat halal secara resmi hanya dikeluarkan BPJPH.

Setelah surat ketetapan dikeluarkan dari sidang Fatwa Halal, selanjutnya hasil ketetapan itu menjadi kunci bagi BPJPH mengeluarkan sertifikat halal. Sertifikat halal dari BPJPH itulah yang nanti menjadi dasar dan pegangan bahwa produk UMKM ditetapkan halal.

“Perlu dipahami saat mengajukan sertifikasi halal, artinya pelaku usaha tidak hanya mengecek produknya halal atau tidak. Namun juga keseluruhan proses pembuatan produk hingga penjualan ikut diperhitungkan sehingga proses sertifikasi halal menjadi sangat ketat,” tambah Mastuki.

Ia menjelaskan, sertifikat halal itu sudah pasti dikeluarkan BPJPH. Nanti ada logo Garuda bisa diunduh langsung pelaku usaha yang sudah mendapatkan legalitas agar bisa mengantongi serfikat halal.

Secara keseluruhan proses pengajuan sertifikasi halal berlangsung selama 21 hari kerja dan perlu diperbaharui setiap dua tahun sekali. Untuk produk makanan dan minuman, pengajuan sertifikasi halal saat ini bersifat wajib dan tidak lagi bersifat sukarela sejak Oktober 2019.