Ilustrasi Agribisnis Jagung. Foto: Google Images.
Ilustrasi Agribisnis Jagung. Foto: Google Images.

Jakarta, MNEWS.co.id – Kemenkop UKM berencana mengembangkan pola kemitraan di bidang agribisnis jagung. Namun, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, antara lain keunggulan serta kelemahan dari para pelaku yang terlibat.

Hal tersebut disampaikan Abdul Kadir Damanik, Deputi Menteri Bidang Restrukturisasi Usaha. Menurut Damanik, model kemitraan yang bisa saling menguntungkan harus mencirikan rantai pasok yang relatif bersifat tertutup.

“Maka, perlu diupayakan agar model kemitraan yang dikembangkan mencirikan rantai pasok yang relatif bersifat tertutup mulai dari pengadaan input produksi, pengolahan hasil sampai ke jalur pemasaran hasil akhir”, jelas Damanik pada acara Workshop Membangun Model Kemitraan Agribisnis Jagung di Hotel Puri Denpasar, Jakarta, Senin (24/9/18).

Selain itu, lanjut Damanik, model kemitraan juga harus memperjelas tugas dan tanggungjawab semua pelaku yang terlibat dalam sub-sistem bisnis kemitraan.

“Yang meliputi perusahaan penyedia input, petani pembudidaya, kelompok tani, koperasi primer, koperasi sekunder, mitra penampung hasil dan perusahaan pembiayaan,” tambahnya.

Yang tidak boleh dilupakan dalam model kemitraan itu juga harus menambahkan sub-sistem non bisnis yang bertugas untuk membina, mengevaluasi dan mengawasi jalannya kemitraan usaha. Unsur-unsur yang pelu dilibatkan dalam sub-sistem non bisnis ini, kata Damanik, di antaranya penyuluh, konsultan pendamping, dinas pembina UKM dan KPPU.

Damanik pun berharap agar model kemitraan agribisnis jagung ini bisa berhasil sesuai dengan amanat UU 20 Tahun 2008.

“Dasarnya, pengembangan sektor ini secara langsung akan berdampak pada peningkatan kemampuan bisnis dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani. Baik karena komersialisasi lahan yang relatif sempit maupun bantuan perkuatan dari mitra usaha. Khusus dalam pelaksanaan kemitraan di sektor pertanian, dukungan kebijakan diperkuat oleh Keputusan Menteri Pertanian Nomor 944 Tahun 1997. Dengan demikian dukungan pemberdayaan dapat dimanfaatkan untuk memperkuat program ini,” jelasnya.

Menurut Damanik, jagung merupakan komoditi yang penting dalam mendukung perkembangan industri peternakan ayam, karena jagung merupakan bahan utama dalam komposisi pakan ternak (40-50%). “Usaha jual beli jagung antar pihak yang akan bermitra ini sudah berjalan selama ini,” papar Damanik.

Abdul Kadir Damanik, Deputi Menteri Bidang Restrukturisasi Usaha,
Kementerian Koperasi dan UKM dalam acara Workshop Membangun Model
Kemitraan Agribisnis Jagung di Kota Denpasar, Senin (24/9/18).
Foto: (doc/KemenkopUKM)

Yang paling menggembirakan dan membuat Damanik lebih yakin akan keberhasilan program kemitraan ini, adalah karena inisiatifnya tumbuh dari bawah.

“Karena adanya kebutuhan nyata dari pelaku usaha”, tandas Damanik lagi.

Oleh karena itu, lanjut Damanik, peran Pemda dalam mensukseskan program kemitraan di daerah sangat strategis dan penting. Hal ini selaras dengan amanat PP 17 tahun 2013 yang menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib mengembangkan proyek percontohan kemitraan.

“Kewajiban tersebut tentu perlu dijabarkan dalam bentuk dukungan kebijakan, penyediaan data dan informasi yang diperlukan, koordinasi fasilitasi, pembinaan, pengawasan dan juga pengendalian,” ujarnya.

Perlunya Kemitraan yang Sehat 

Damanik menambahkan, struktur industri Indonesia memiliki dua ciri yang kurang menguntungkan. Yaitu, kesenjangan yang lebar antar pelaku usaha, dan lemahnya keterkaitan usaha antar pelaku usaha. “Kondisi seperti ini akan mengakibatkan daya saing industri dan perusahaan Indonesia rendah,” ujar Damanik.

Maka, kata Damanik, melalui pengembangan kemitraan yang sehat yang melibatkan UMKM dan usaha besar, akan diperoleh banyak manfaat. Antara lain, pertama, memperbaiki struktur ekonomi nasional, sehingga mempersempit kesenjangan antar pelaku. Kedua, meningkatkan daya saing industri karena para pelaku tumbuh saling terkait, memerlukan saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Ketiga, mempercepat pengembangan UKM karena adanya trasnfer pengetahuan, keahlian dan tidak mustahil termasuk sumberdaya produktif dari mitra berskala menengah dan besar kepada Usaha Mikro dan Kecil.

“Keempat, tergalinya potensi produktif yang ada di daerah, karena beberapa sektor dan kegitan ekonomi investasi berskala besar hanya diperbolehkan manakala dilakukan dalam bentuk kemitraan dengan usaha kecil,” papar Damanik.

Meski begitu, Ia mengingatkan, kemitraan yang melibatkan pelaku usaha dengan perbedaan skala dan kemampuan yang sangat berbeda tidak mudah untuk dikembangkan dan tidak jarang mengalami kegagalan.

“Penyebabnya ada dua. Yaitu, tidak dipahaminya dan tidak dihayatinya esensi makna kemitraan yang sesungguhnya, sehingga praktek kemitraan hanya terwujud dalam bentuk kontrak bisnis biasa tanpa muatan nilai-nilai yang memberdayakan. Sebab kegagalan lain karena kemitraan disalahgunakan untuk mencari manfaat jangka pendek,” kata dia.

Di mata Damanik, pelibatan Induk koperasi (Inkopsin) dalam model kemitraan agribisnis jagung yang akan dikembangkan untuk memungkinkan dicapainya keekonomian agribisnis jagung yang dilakukan oleh petani anggota koperasi promernya.

“Juga, sebagai cara untuk menyeimbangkan posisi tawarnya menghadapi mitra usaha menegah dan besar,” pungkas Damanik.