Jakarta, MNEWS.co.id – Peran perempuan dalam memajukan perekonomian Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata. Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) yang dijalankan oleh para perempuan Indonesia yang berkontribusi terhadap ekspor tercatat ada lebih dari 5% dan sekitar 64,5% UMKM di Tanah Air dikelola oleh perempuan.
Hal ini menandakan bahwa peran perempuan cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Walau begitu, hambatan mereka di dunia UMKM juga tidak sedikit. Kondisi inilah yang memicu lahirnya sejumlah inovator muda yang tergerak mengatasi hambatan yang dialami para perempuan pelaku UMKM di Indonesia.
Di antara para inovator itu adalah Andrew Darmadi, CEO & Co-Founder Halosis dan Asri Wijayanti, Founder Jahitin.com. Halosis adalah startup e-commerce yang dilengkapi fitur asisten jualan (chatbot), sehingga para penjual online terbantu dan dapat menaikkan penjualan mereka. Halosis bisa digunakan di banyak platform, seperti Instagram, Facebook, LINE, dan lain-lain.
Sementara platform Jahitin membantu para penjahit lokal dalam hal mempermudah akses mereka mencari calon pelanggan. Para pelanggan juga dimudahkan dalam mencari penjahit yang sesuai selera mereka.
Minimnya jumlah perempuan pelaku UMKM yang melek teknologi jadi keprihatinan tersendiri bagi Andrew. Awalnya, Andrew fokus membantu para penjual online di sosial media, yang kebanyakan pelakunya kaum perempuan.
Mereka terdiri dari orang-orang yang mencari penghasilan tambahan, hingga para ibu rumah tangga ingin meningkatkan taraf hidup keluarga. Dari situlah, ungkap Andrew, muncul ide untuk membantu mereka agar dapat menjalankan usahanya secara lebih efisien.
Dalam sesi talkshow “Inspirasi Pahlawan Digital UMKM” pada Sabtu, 22 Agustus 2020, Andrew menuturkan tentang salah satu pengguna Halosis yang berjualan busana Muslim di Instagram dan WhatsApp (WA). Si Ibu ini disibukkan dengan urusan merespons pelanggan dari pagi hingga malam hari. Pelanggannya rata-rata menanyakan hal yang sama, mulai dari harga dan model baju, soal diskon, metode pengiriman, hingga ekspedisi yang digunakan.
“Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, si Ibu harus merekap semua data. Siapa yang order, siapa yang sudah transfer pembayaran, dan lain-lain. Proses ini saja memakan waktu dua hingga tiga hari,” beber Andrew.
Saking sibuknya mengurus order, si Ibu sampai tidak sempat mengurus anak dan pekerjaan rumah tangganya. “Dengan bantuan asisten virtual dan otomatisasi Halosis, kami memudahkan si Ibu untuk mengurus bahkan menganalisis aktivitas usahanya,” sambung Andrew.
“Dengan begitu, si Ibu bisa fokus mengembangkan usaha dan meningkatkan kualitas produknya, bahkan melakukan digital marketing.”
Salah satu tantangan yang dihadapi Andrew adalah menghadapi ibu-ibu yang betul-betul belum melek teknologi. Mereka hanya bisa menggunakan telepon genggam biasa untuk telepon dan berkirim pesan. Mendekati mereka, kata dia, harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan pemahaman mereka.
Andrew menjelaskan fungsi Halosis dan meyakinkan ibu-ibu itu bahwa aplikasi ini dapat membantu meningkatkan taraf kehidupan mereka. “Memang butuh usaha agak keras untuk menyadarkan mereka,” ujar Andrew.
Andrew yakin, dengan bantuan teknologi, masalah yang terjadi selama ini bisa diatasi lebih efisien dan optimal. Startup yang ia dirikan pada 2017 ini diharapkan bisa mendukung UMKM untuk membangun hubungan dengan konsumen.
Sebagai perusahaan rintisan bidang teknologi kecerdasan buatan, Halosis hadir menyediakan asisten virtual berupa chatbot untuk menerima dan mencatat pesanan, sekaligus manajemen stok pesanan bagi pelaku UMKM.
Di lain pihak, lewat Jahitin.com Asri Wijayanti kini telah membantu meningkatkan pendapatan dan memudahkan para penjahit dalam meraih pelanggan. Sekitar 200 penjahit telah bergabung dalam startup Jahitin.com, yang didirikan Asri pada 2016 tersebut. Situs ini menghubungkan penjahit rumahan dengan pelanggan yang membutuhkan jasa menjahit busana.
Bermula dari keresahannya saat mengetahui para penjahit konvensional sering dibayar murah, Asri tergerak membantu para pelaku UMKM yang sebagian besar perempuan. Menurut Asri, animo kaum perempuan yang mau belajar sesuatu yang baru itu lebih banyak ketimbang laki-laki.
Tanpa menafikan pentingnya peran lelaki, Asri menegaskan bahwa kesadaran perempuan untuk meningkatkan kualitas hidup sangat tinggi. “Hal ini mereka lakukan agar dapat menjamin anak-anak mereka bisa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi,” ungkapnya.
Terdapat tiga layanan (service) di Jahitin. Pertama, Jahitin Academy yang berbentuk pelatihan di rumah-rumah. Para peserta pelatihan ini diharapkan dapat membuat produk yang sesuai dengan materi yang mereka dapatkan selama pelatihan.
Kedua, Online Service atau layanan daring yang memudahkan penjahit bertemu pelanggan. “Yang sering terjadi selama ini, pelanggan susah ketemu penjahit. Sebaliknya penjahit juga susah ketemu pelanggan,” tutur Asri. Ketiga, Driving Store yang berperan untuk memangkas harga jual produk di daerah-daerah tertinggal karena mahalnya harga bahan atau kain.
Jahitin memudahkan akses para penjahit terhadap alat-alat jahit dan bahan-bahannya via online. Walau ongkos kirim terbilang mahal, namun Asri menyebut para penjahit masih bisa menutupi biaya produksi.
Selain itu, Asri juga mengungkapkan, ada dua bentuk klien atau pengguna Jahitin. Pertama adalah user atau pelanggan yang memesan jahitan. Mereka ini juga kebanyakan perempuan, meskipun yang dipesan adalah busana laki-laki. Kedua, benficiary atau para penjahit. “Kami ingin menghapus kesan bahwa teknologi itu terlalu tinggi untuk dijangkau perempuan. Nyatanya kaum perempuan juga bisa akrab dengan teknologi,” tegasnya.