Ilustrasi SKDU. Foto: entrepreneursquad.id
Ilustrasi SKDU. Foto: entrepreneursquad.id

Jakarta, MNEWS.co.id – Kemudahan berusaha khususnya bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan pengusaha muda sering terkendala dengan persyaratan Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) yang diperjual belikan di wilayah administratif tingkat desa atau kelurahan. Besarannya beragam, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Padahal, SKDU tersebut tidak memiliki payung hukum yang jelas. Surat tersebut hanya sebatas surat keterangan administrasi biasa yang dikeluarkan oleh kelurahan atau kecamatan. SKDU dikeluarkan karena banyak permintaan dari masyarakat yang sedang memiliki usaha, sebagai salah satu persyaratan untuk mengucurkan modal dari perbankan atau instansi pemerintah.

Anggota Ombudsman, Dadan Suharmawijaya, menjelaskan, ada kajian Ombudsman di beberapa daerah yang sudah berani menggratiskan SKDU tersebut karena menjadi bagian dari tugas monitoring wilayah lurah dan camat setempat untuk mengetahui usaha apa saja yang ada di wilayahnya.

“Mereka sudah ambil dana operasionalnya dari tugas monitoring atau ranah pekerjaan mereka sendiri,” kata Dadan dilansir dari situs Kantor Staf Presiden (KSP).

Tidak adanya standardisasi biaya pembuatan SKDU inilah yang akhirnya membuka celah rawan pungli bagi segelintir oknum di tataran birokrat tersebut. Selain itu, ketika dianggarkan sebagai dana kunjungan tetapi jumlah yang mengajukan SKDU fluktuatif yang akhirnya menyebabkan potensi pungli terjadi kembali.

“Akhirnya kami mengusulkan untuk dihapuskan saja SKDU karena setiap perusahaan itu sudah memiliki akta pendirian usaha yang dibuat notaries dan sudah memiliki payung hukum yang jelas. Justru yang kami khawatirkan ini hanya menjadi melempar tanggung jawab wilayah administratif saja. Padahal sudah ada surat edaran dari Kemendagri yang menyatakan SKDU tidak mengikat, jadi kalau mau mencari orangnya yang dipakai KTP saja, lalu untuk lokasi tinggal kembali ke akta pendirian perusahaannya,” jelas Dadan.

Penghapusan SKDU tersebut sebagai implementasi dan dukungan Ombudsman terhadap Perpres No.54 Tahun 2018 tentang Aksi Pencegahan Korupsi. Menurut Dadan, sampai saat ini Pemda sudah tidak memberlakukan SKDU. Tetapi karena persyaratan Perbankan dan Kantor Pajak akhirnya SKDU ini tetap dibuat. Beberapa Pemda seperti DKI Jakarta dan beberapa daerah lain mengambil langkah untuk menggratiskan SKDU.

Di sisi lain, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Yanuar Nugroho juga menegaskan salah satu aksi pencegahan korupsi 2019-2020 adalah penghapusan surat keterangan domisili usaha untuk mencegah terjadinya pungli dalam mengurus izin berusaha. Khususnya bagi anak muda yang mau memulai usaha.

“Harapannya, para pelaku usaha muda tidak lagi takut dan enggan mengajukan izin berusaha. Sehingga mereka bisa mendapatkan akses pengembangan usaha lainnya, antara lain untuk mendapatkan kredit dari bank. Dengan demikian, target pemerintah untuk membina 8 juta UMKM dapat terpenuhi,” kata Yanuar.

Untuk itu, lanjut Dadan, Ombudsman hanya bisa memberikan rekomendasi kepada eksekutif tentang kajian SKDU ini agar kementrian dan lembaga negara untuk saling bersinergi mengenai kebutuhan SKDU yang masih terbuka celah untuk pungli, “kami hanya bisa berharap seperti yang sudah dilakukan dengan program one single submission, jadi bisa menutup celah pungli dan mendorong angka UMKM,” pungkasnya.

Sumber: KSP