Jakarta, MNEWS.co.id – Kehadiran pandemi COVID-19 menyebabkan sektor perekonomian Indonesia mendapat pukulan yang cukup berat. Hingga saat ini, tak sedikit perusahaan yang mulai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan karyawannya.
Selain perusahaan besar, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri juga menghadapi tekanan yang amat berat. Lesunya aktivitas di dunia usaha membuat mereka kesulitan untuk terus menjalankan roda bisnisnya. Mereka mulai merasa kesulitan dalam menyeimbangkan arus kas serta memenuhi kebutuhan operasional produksi karena omzet yang didapat tidak sesuai harapan.
Bahkan sebagian UMKM sudah berada di ambang kritis dan merugi. Akibatnya, tak sedikit dari mereka yang menutup usahanya secara sementara hingga berujung tutup selamanya alias gulung tikar.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mengonfirmasi, dari 60 juta UMKM yang ada di Indonesia, sekitar 50 persennya atau setara 30 juta UMKM harus tutup sementara akibat pandemi COVID-19.
Bahkan, berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), jika pandemi tak kunjung usai maka sebanyak 85,42 persen dari total jumlah UMKM di Indonesia hanya mampu bertahan selama satu tahun pandemi COVID-19 berlangsung.
Pemerintah sendiri sudah menyiapkan skenario untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai respon atas penurunan aktivitas masyarakat yang berdampak pada ekonomi, khususnya sektor informal atau UMKM.
Sebab bagaimanapun, sektor UMKM memegang peranan penting untuk menggerakkan ekonomi domestik. Apalagi pelaku usaha di Indonesia mayoritas UMKM, yang jumlahnya mencapai 64 juta. Selain itu, UMKM menyerap 97 persen dari total tenaga kerja dan 99 persen dari total lapangan kerja. Meski begitu, bantuan saja tidaklah cukup. Pelaku UMKM harus memutar otak agar bisa bertahan di tengah situasi dan kondisi yang tidak pasti saat pandemi.
Seperti yang dilakukan Hendro Rahmandani (33). Pelaku konveksi dan sablon yang ada di kawasan Bekasi, Jawa Barat ini, tengah menanggung nestapa. Selain sulit mendapatkan bahan baku, ia juga mengalami kesulitan untuk mengatur aliran kas (cash flow) usaha konveksi dan sablonnya.
Sementara biaya produksi seperti listrik serta cicilan bank hingga gaji untuk sembilan karyawannya harus tetap dibayarkan. Di kondisi seperti ini, Hendro pun mengaku mesti putar otak. Salah satunya, ia saat ini tengah mengerjakan pekerjaan selingan dengan membuat masker kain.
Hendro adalah salah satu pelaku UMKM dari sekian banyak UMKM yang terpukul dan harus putar otak untuk bisa bertahan di tengah lesunya ekonomi saat pandemi. Tak terkecuali warung-warung kecil seperti pedagang warung kelontong yang juga merupakan bagian dari UMKM.
Sebagai bagian dari UMKM, pedagang warung punya peran penting di tengah situasi saat ini. Mereka adalah penjaga warga, yang tanpa disadari ketika kita membutuhkan barang sehari-hari, warung merupakan tempat terdekat yang bisa memenuhinya.
Oleh sebab itu, dibutuhkan adanya bantuan serta peran serta dari para stakeholder dan juga pihak swasta untuk dapat mendukung para pelaku UMKM dalam mempertahankan usahanya di masa pandemi COVID-19 ini.