Jakarta, MNEWS.co.id – Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan pemerintah menargetkan 30 juta UMKM di Indonesia go digital. Digitalisasi UMKM tidak sebatas on boarding UMKM ke platform e-commerce. Namun, bagaimana UMKM mampu berkompetisi dan bertahan di ekosistem digital.
“UMKM yang go digital pada awal 2020 (sebelum pandemi) sebanyak 8 juta. Awal tahun ini, sudah 12 juta. Target kami di 2023 ada tambahan 30 juta UMKM yang terintegrasi dalam ekosistem digital (on-boarding),” ujar Teten.
Teten mengatakan digitalisasi ini sangat penting dan baginya sebuah keniscayaan. Apalagi ekonomi digital Asia Tenggara diperkirakan jadi yang terbesar dengan nilai Rp18 triliun pada 2025. Di era new normal, digitalisasi menjadi kunci kebangkitan UMKM. Karena itu, pemerintah terus mendorong UMKM go digital melalui program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI).
Di Jabar, Gernas BBI akan digelar April 2021 dengan tagline UKM Jabar Paten. Pihaknya melibatkan lebih banyak platform digital dalam acara tersebut. Pada periode ini, gerakan akan fokus pada produk-produk artisan. Yakni produk-produk yang sudah dikurasi menjadi produk unggul, tetapi bukan mass production. Misalnya, produk costum, hand made, serta produk berkualitas premium yang bisa bersaing dengan produk asing.
Menurut Teten, costum product memiliki market demand yang tinggi dan sedang menjadi tren. Apalagi, Jabar adalah gudangnya anak muda kreatif dengan produk kreatif seperti fesyen, sepatu, kuliner, hingga produk berbasis teknologi.
“Penting untuk menghadirkan produk lokal agar bisa bersaing dengan brand asing. Karena sebenarnya, selama ini brand kita yang bagus tidak diberi tempat ruang usaha. Misalnya di mal kelas atas yang tempat premium place-nya dikasih ke brand luar,” ungkapnya.
Teten mencontohkan kopi dengan brand lokal jauh lebih diminati daripada brand luar. Bahkan, sepatu olahraga buatan anak muda Bandung masuk ke mal kelas atas di Tokyo. Bagi Teten, ini juga merupakan bagian dari kampanye produk lokal.
Menurutnya, di dalam negeri banyak produk lokal yang kualitasnya lebih bagus dan harganya lebih murah, tapi brand image-nya kurang dibangun dengan baik. Selain itu, ada mental masyarakat yang masih kurang percaya diri dengan produk dalam negeri. Akhirnya, mereka memilih produk asing meski merogoh kocek cukup dalam.
“Ini harus menjadi terobosan di kalangan anak-anak muda. Mereka memang ingin membeli sesuatu yang unik, tapi tidak mau mengeluarkan uang lebih banyak. Misalnya, sepatu buatan Bandung, tas buatan Yogya, dan sebagainya,” pungkasnya.