Produk Tas Srengenge. (Foto: Instagram/srengenge_handmade)

Jakarta, MNEWS.co.id – Pakaian merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting untuk dipenuhi keberadaannya. Model pakaian yang semakin bervariasi memunculkan peluang bisnis baru yang berhubungan dengan bisnis pakaian, mulai dari bisnis berjualan pakaian hingga menjahit baju sesuai dengan keinginan.

Pada kenyataannya memang bisnis yang berkaitan dengan pakaian ini tidak pernah sepi dari pengunjung. Akan tetapi bagi sebagian orang menjahit pakaian sendiri dianggap lebih menarik ketimbang membeli yang sudah jadi. Berbagai alasan muncul terkait alasan utama lebih dipilihnya jasa penjahit ini.

Retno Suminaringtyas, pemilik Rumah Jahit dan Sulam Srengenge, sejak kecil sudah diwajibkan oleh sang ibu untuk bisa menjahit dan menyulam. Keterampilan tersebut memang sudah menjadi hal yang wajib dipelajari di keluarganya. Sejak kelas 5 SD, Retno diharuskan bisa menjahit sendiri pakaiannya. Kebiasaan menyulam dan menjahit menjadi hal wajib yang dikerjakan untuk mengisi waktu luang dan liburan.

Karena kebiasaan tersebut, kegiatan menjahit menjadi langkah pelarian Retno saat jenuh dengan pekerjaan kantor. Hingga akhirnya Ia sangat jatuh cinta dengan kerajinan dan semakin mendalami bidang tersebut. Karena keterbatasan biaya, Ia mulai berburu buku kerajinan yang mengajarkan langkah pembuatan dari pemula hingga mahir. Retno pun mempelajari berbagai teknik mulai dari smocking, sulam pita, hingga sulam bullion.

“Keterampilan yang saya miliki hampir semuanya dipelajari dari membaca buku, karena terlalu cinta dengan menyulam sehingga rasanya menyulam itu seperti menggambar di atas kain,” kata Retno.

Usaha menjahit dan sulam Srengenge sudah terbentuk tahun 1998 yang awalnya hanya fokus pada baju-baju. Usaha ini pun sempat vakum cukup lama, lalu kemudian pada tahun 2004 Retno kembali menghidupkan kembali usaha ini semenjak Ia terkena PHK.

Tampilan produk masker Srengenge. (Foto: Instagram/Srengenge_handmade)

Produk yang dihasilkan adalah baju dengan sulaman mulai dari model anak-anak hingga dewasa. Selain itu, Retno juga memproduksi mukena yang dibuat sesuai dengan pesanan. Pada awal merintis usaha ini, Retno mengerjakan sendiri karena belum mampu membayar karyawan dan jumlah pesanan yang masih sedikit.

Retno menjelaskan, dalam membuat produknya Ia memakai teknik menjahit Sashiko agar lebih menarik dan jarang digunakan oleh kompetitor.  Teknik menjahit Sashiko merupakan teknik menjahit dari Jepang dengan pola yang unik sebagai penguat dekoratif.

Dalam teknik menjahit Sashiko, biasanya menggunakan bahan-bahan jeans (denim) dengan benang yang sering dipakai. Pola Sashiko biasanya berbentuk garis, lingkaran, kotak, diamond, dan pelangi.

Selain itu Retno juga memanfaatkan sisa-sisa kain yang terbuang dan tidak terpakai dari hasil proses produksi.  Teknik ini dikenal dengan sebutan Upcycling, yakni penggunaan kembali limbah yang ada secara kreatif hingga menghasilkan nilai tambah dan jual. Dalam hal ini, limbah fesyen bisa dibuat menjadi barang yang baru dan unik. Selain membuat pakaian dan tas, Retno juga memperluas produksi dengan membuat masker kain dengan berbagai motif yang menarik.

Retno memfokuskan strategi pemasaran usahanya secara online mulai dari media sosial, WhatsApp, dan marketplace. Dalam melakukan promosi secara online, Retno lebih banyak menggunakan teknik storytelling dengan menceritakan keunggulan produk, proses produksi, dan tim yang terlibat di dalamnya.