Pelaku UMKM di bidang makanan ringan. (Foto: Aditya Pradana Putra)

Jakarta, MNEWS.co.id – Kementerian Koperasi dan UKM berupaya melakukan percepatan dalam hal penerbitan perizinan berusaha dan sertifikasi produk bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Hal ini bertujuan agar terbentuk ekosistem sekaligus daya saing yang baik dari berbagai produk UMKM di pasar domestik dan global.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menggelar rapat Koordinasi Percepatan Penerbitan Perizinan Berusaha dan Sertifikasi Produk bagi UMK pada Rabu (3/11/21). Hal itu sebagai upaya akselerasi langkah yang dimaksud.

Selama ini, data statistik tentang pelaku UMKM di Indonesia menunjukkan hampir 99,9 persen pelaku usaha di Indonesia merupakan pelaku UMKM. Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61 persen. Begitu juga di sektor investasi yang hampir sama angkanya dan yang terpenting penyerapan tenaga kerja sebesar 97 persen terserap di UMKM.

“Kita ketahui Bersama Amanat PP 7 Tahun 2021, UMKM dalam melakukan kegiatan usahanya harus memiliki Perizinan Berusaha namun dari 64,2 juta UMKM, 99,62 persen merupakan usaha mikro yang sebagian besar berada di sektor informal, sehingga perlu didorong untuk bertranformasi menjadi formal,” kata Teten.

Pemerintah pun kemudian menerbitkan aturan turunan UU Cipta Kerja yang diyakini bisa mendongkrak peringkat Easy of Doing Business (EoDB) Indonesia ke posisi 40 pada 2024. Hanya saja, Implementasi aturan tersebut masih belum bisa teraplikasikan dengan baik.

Ombudsman menginformasikan terkait penerimaan sejumlah keluhan di tingkat daerah terkait sistem perizinan berusaha berbasis risiko ini. Masalah yang dikeluhkan di antaranya belum terintegrasinya sistem yang terdapat pada suatu Kementerian yang merupakan rangkaian proses perizinan dan ternyata juga tidak dapat diakses oleh pemerintah daerah serta Ketidaksiapan OSS-RBA mengindikasikan ketidakpastian urusan perizinan di seluruh wilayah NKRI yang bisa merugikan investasi nasional.

Selain itu, isu sertifikasi produk yang viral akhir-akhir ini yakni ancaman denda Rp 4 miliar bagi UMKM yang tidak memiliki Izin dari BPOM. Padahal hal ini telah diklarifikasi oleh BPOM dalam rangka mendukung kemudahan berusaha, untuk kegiatan Usaha Mikro dan Kecil mengedepankan pembinaan.

“Menanggapi Isu ini mari kita mengupayakan akselerasi transformasi informal ke formal bagi pelaku usaha khususnya usaha mikro baik legalitas usaha ataupun dengan sertifikasi produk. Atas kejadian ini mari kita lakukan langkah langkah preventif dengan penanganan permasalahan bersama,” tambah Menkop UKM.

Menkop Teten berharap kegiatan koordinasi menjadi titik temu kesatuan tindak dalam memperluas sosialisasi dan pendampingan agar UMKM mengetahui aturan main dalam berusaha dan mengedarkan pangan olahan.

Koordinator PPU BPOM Dyah Sukstyoroni mengatakan pihaknya akan mengedepankan pendampingan terkait isu izin edar dalam beberapa waktu terakhir. Ia mengatakan saat ini juga sudah terintegrasi antara SPP-IRT dengan OSS.

“Kami juga menyiapkan Call Center di Halo BPOM 1500 533, kemudian di istanaumkm.pom.go.id, di sppirt.pom.go.id. Jadi ada beberapa tempat kami siapkan termasuk apabila ingin WA kami siapkan juga nomor khusus WA bagi para UMKM,” katanya.

Sedangkan Wadir Tipideksus Mabes Polri Kombes Pol Wisnu Hermawan menyatakan pihaknya akan mendukung kegiatan pemerintah terkait dengan bagaimana usaha kecil itu dapat berkembang secara baik.

Sementara, Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot mengatakan sampai saat ini penerapan OSS sudah hampir merata di seluruh Indonesia termasuk bagi UMKM.

“Kami juga melihat BPOM terkait SPP-IRT kami juga sedang integrasikan dengan sistem OSS, saat pelaku usaha mendapatkan NIB, otomatis SPP-IRT akan diterbitkan. Kami akan melakukan percepatan-percepatan dan juga perbaikan-perbaikan,” ungkapnya.