Photo by oldskool photography on Unsplash.
Photo by oldskool photography on Unsplash.

Jakarta, MNEWS.co.id – Sepuluh sektor non-migas yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia diprediksi akan mengalami pertumbuhan pada 2019. Kesepuluh sektor tersebut didominasi oleh komoditas seperti CPO (minyak kelapa sawit), kakao, kopi, karet, batu bara, dan juga sektor lainnya seperti ikan dan hasil laut, kayu dan furnitur, tekstil dan produk tekstil, kertas dan pulp dan nikel.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan, sepuluh sektor unggulan ini memiliki peran yang cukup signifikan dalam meningkatkan nilai neraca perdagangan Indonesia karena berperan dalam lebih dari 30% kontribusi kepada seluruh ekspor. Namun di sisi lain, pemerintah juga perlu memerhatikan komposisi sektor eskpor unggulan ini.

Sebagian dari komoditas ekspor ini adalah komoditas agrikultur ekstraktif yang relatif memiliki karakteristik harga yang cukup volatil. Kakao dan kopi terutama, cukup rentan terhadap adanya perubahan cuaca drastis. Hal ini dapat memicu terjadinya gagal panen terhadap komoditas ini dan pada akhirnya yang nantinya dapat mengancam hilangnya potensi ekspor.

Selain itu, CPO dan batu bara juga menghadapi permasalahannya masing-masing. Komoditas kelapa sawit saat ini sedang mengalami kesulitan untuk masuk ke pasar Uni Eropa mengingat destinasi ekspor ini mempermasalahkan keberlanjutan (sustainability) dari industri CPO Indonesia terhadap dampak lingkungannya. Selain itu, pasar utama batu bara seperti China sudah mulai menggeser penggunaan energinya menjadi energi terbarukan dari yang sebelumnya banyak menggunakan batu bara.

“Menanggapi hal ini, pemerintah perlu mendorong kebijakan pro ekspor kepada industri-industri dengan nilai tambah yang lebih tinggi agar mampu berdaya saing di tingkat internasional dan selanjutnya dapat menambah kontribusi di neraca perdagangan Indonesia. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk itu,” jelas Ilman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, (12/3/2019).

Ekspor di sektor perikanan, lanjutnya, walaupun sudah termasuk sektor unggulan ekspor, sepatutnya dapat didorong untuk meningkatkan kontribusinya dengan lebih fokus pada ekspor ikan budidaya yang bernilai jual tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendorong penambahan luas area budidaya dan meningkatkan variasi jenis budidaya selain komoditas udang.

Selain itu, pembangunan infrastruktur yang ditargetkan dapat memudahkan mobilitas logistik barang yang akan diekspor dapat membantu mengurangi biaya produksi. Tipe kebijakan ini dapat membantu meningkatkan ekspor terutama untuk ekspor di sektor otomotif dan mesin kendaraaan.

Terakhir, pemerintah perlu memberikan insentif bagi sektor logam mulia dan perhiasan agar dapat mendorong ekspor. Satu contoh capaian pemerintah yang patut dilanjutkan adalah tercapainya kesepakatan IA-CEPA antara Indonesia dan Australia yang mendukung adanya peluang ekspansi pasar sektor tersebut ke Australia dari yang sebelumnya fokus di Singapura.

“Selain itu, ketergantungan ekspor Indonesia terhadap pasar ekspor dominan, seperti China, Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara Asia Tenggara pada umumnya perlu digeser dengan membuka pasar-pasar baru. Pasar Afrika, dalam hal ini, menjadi pasar potensial untuk dilirik sebagai tujuan ekspor. Saat ini, nilai perdagangan di negara-negara di Afrika masih didominasi oleh China dan negara Uni Eropa. Namun, adanya peningkatan jumlah penduduk kelas menengah di Afrika dapat mendorong tumbuhnya permintaan yang selanjutnya dapat diisi oleh produk asal Indonesia,” tutup Ilman.