Ilustrasi Pengelolaan Data (Foto: iStockphoto)

MNEWS.co.id – Pengambilan keputusan berdasarkan data (Data-Driven Decision Making) sangat penting dalam pengembangan produk dalam berbagai skala usaha, termasuk di kalangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia.

Dengan adopsi Data-Driven Decision Making, pelaku UMKM akan lebih mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan bukti data yang kuat, meningkatkan efisiensi pengembangan produk, dan lebih responsif terhadap kebutuhan pelanggan, sehingga menciptakan peluang pertumbuhan bisnis yang lebih baik di masa depan.

Beberapa waktu lalu, Ramesh Gururaja, Chief Product Officer Tokopedia berbicara di Tech in Asia Product Development Conference 2023 (TIA PDC) mengenai kekeliruan yang sering dilakukan product manager saat pengumpulan data. Dengan topik ‘Is the data-driven decision making model infallible?’, Ramesh juga membahas bagaimana Tokopedia memanfaatkan data dalam proses pengambilan keputusan.

Data-driven decision making didefinisikan sebagai penggunaan fakta, metrik, dan data untuk memandu keputusan bisnis strategis yang selaras dengan tujuan, sasaran, dan inisiatif yang ada.

Di kesempatan ini, Ramesh berbagi segudang pengalamannya dalam memimpin tim Produk di Tokopedia, dan juga saat bekerja di beberapa perusahaan teknologi dunia seperti Microsoft dan Amazon.

Salah satu hal yang sering diamati Ramesh adalah product managers cenderung berpendirian kuat dalam membuat suatu produk, namun tidak selalu didasari oleh data yang kuat dan representatif.

“Daripada kita membuat data untuk mengikuti kemauan kita, biarkanlah data memandu keputusan kita,” ujar Ramesh.

Dalam mengumpulkan data yang tepat untuk mengambil keputusan dan pengembangan produk, ada 3 hal yang harus diperhatikan; Data Bias, Vanity Metrics, serta Kesabaran dan Eksperimen Berkala.

Ketiga hal ini perlu diperhatikan agar dapat membuat produk atas informasi yang akurat, menyeluruh, dan benar-benar menjawab kebutuhan konsumen.

1. Data Bias

Data bias adalah kekeliruan dalam menentukan sumber pengumpulan data. Ini dapat terjadi karena beberapa alasan, seperti representasi yang tidak menyeluruh dari populasi yang diamati, atau karena proses pengumpulan data yang tidak objektif. Bias dalam data dapat memengaruhi keabsahan hasil analisis dan kesimpulan yang diambil dari data tersebut. Misalnya, jika data yang digunakan dalam analisis tidak mewakili secara adil seluruh populasi yang diamati, maka hasil analisis tersebut mungkin tidak dapat diterapkan secara umum ke populasi tersebut.

Ramesh mengambil contoh eksperimen yang dilakukan Kota Boston, Massachusetts di tahun 2011 lalu. Pemerintah setempat meluncurkan satu aplikasi, di mana masyarakat bisa melaporkan kemacetan dan kerusakan jalan menggunakan big data yang dikumpulkan melalui smartphone pengguna jalan.

Namun setelah dianalisis, cara ini tidak bisa merepresentasikan kondisi menyeluruh dari Kota Boston. Pada tahun tersebut, tidak banyak masyarakat yang memiliki smartphone dan kendaraan. Sehingga, data yang terkumpul hanyalah data dari masyarakat yang memiliki smartphone dan kendaraan alias kelompok berpenghasilan tinggi.

Artinya, jalan yang dilalui kelompok berpenghasilan tinggi tersebut semakin baik, sementara jalan di wilayah kelompok berpenghasilan rendah tidak mengalami perbaikan.

2. Vanity Metrics

Dalam proses pengumpulan data, product manager juga sering terjebak dalam penggunaan vanity metrics—indikator yang memberikan ilusi kemajuan tanpa menangkap esensi dari masalah sebenarnya yang lebih penting. Vanity metrics dapat mengecoh dengan menciptakan gambaran yang tidak riil tentang signifikansi data dan mengaburkan informasi sebenarnya yang kita cari.

Untuk menghindari terjebak dalam matriks yang salah, product managers harus fokus pada matriks yang sesuai dengan tujuan dan objektif awal. Dengan berfokus pada matriks yang benar-benar mencerminkan dampak dan nilai dari pekerjaan kita, kita dapat membuat keputusan yang lebih akurat dan menyelesaikan masalah sebenarnya.

Karena data memainkan peran integral dalam pengembangan produk di Tokopedia, Ramesh juga bercerita bagaimana Tokopedia memanfaatkan data untuk memahami preferensi dan perilaku pembeli, termasuk tantangan dan keberhasilan sebuah produk atau fitur.

3. Kesabaran & Eksperimen Berkala

Menavigasi kerumitan data bias dan vanity metrics membutuhkan pemahaman mendalam tentang konsumen dan komitmen dalam bereksperimen secara terus menerus. Dengan menghindari data bias, berfokus pada matriks yang esensial, dan membangun hipotesis berdasarkan insights dari konsumen, sebuah bisnis dapat membuat keputusan dan mengembangkan strategi yang tepat dan efektif. Ketekunan dan kemauan untuk belajar dari kegagalan memungkinkan organisasi untuk belajar, beradaptasi, dan berkembang di dunia yang serba berbasis data.

Dalam mengembangkan produk, pelaku UMKM di Indonesia dapat mengambil contoh dari pendekatan yang telah sukses diterapkan oleh Tokopedia dengan menerapkan Data-Driven Decision Making.

Dengan memahami pelanggan, mengidentifikasi tren pasar, mengembangkan produk yang relevan, dan melakukan pengujian secara berkala serta efisien, UMKM dapat meningkatkan daya saing dan keberlanjutan usaha mereka di pasar yang semakin kompetitif.