Ilustrasi. Foto: Korea Bizwire.
Ilustrasi. Foto: Korea Bizwire.

Jakarta, MNEWS.co.id – Pemerintah meyakini perubahan Daftar Negatif Investasi (DNI) tidak akan membuat Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam negeri tertekan. Walaupun, perubahan DNI yang dilakukan memperbolehkan aliran modal asing di beberapa bidang usaha diperbolehkan sampai 100 persen.

Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Edy Putra Irawady mengatakan, perubahan DNI tak akan menekan UMKM karena tingkat persaingan bidang usaha yang dimodali asing dan pengusaha domestik sejati berbeda jauh. Contohnya, dari sisi permodalan.

Bidang usaha yang boleh mendapat Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan usaha yang membutuhkan modal lebih dari Rp10 miliar. “Menurut data kami, UMKM itu tidak sampai Rp 10 Miliar, sedangkan PMA harus di atas itu, jauh lebih dari Rp10 miliar. Jadi skalanya, level of playing field-nya beda,” ujar Edy dilansir dari CNN Indonesia, pada Jumat (16/11/18).

Ia menambahkan, perubahan DNI dilakukan pemerintah agar semakin banyak bidang usaha yang bisa mendapatkan suntikan modal agar bisa berkembang. Saat ini, kemampuan modal di dalam negeri dilihat pemerintah tak bisa menutup kebutuhan di beberapa bidang usaha.

Ada beberapa bidang usaha yang sudah dikeluarkan dari DNI sejak jauh hari supaya bisa mendapat aliran modal asing, yang ternyata sampai saat ini tak kunjung diminati asing. Untuk itu, pemerintah melihat tak ada salahnya membuka pintu lebih lebar bagi aliran modal tersebut.

Edy mengatakan suntikan modal asing sejatinya bisa mengembangkan bidang usaha tertentu yang kemudian memberikan dampak luas bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Nanti sumber daya yang dimiliki jadi terpakai, tenaga kerja menjadi terlatih, ada persebaran jaringan bisnis, dan pengalaman bagi industri dalam negeri. Kalau ini kerja sama dengan UMKM, nanti mereka juga bisa naik level,” terangnya.

Dalam perubahan DNI, pemerintah mengeluarkan 54 bidang usaha dari daftar yang bisa dimodali 100 persen oleh asing. Beberapa bidang usaha yang akan dikeluarkan dari DNI, misalnya industri percetakan kain, perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet, warung internet (warnet), jasa pemboran migas di laut, industri rokok kretek dan putih, hingga gedung pertunjukan seni.

Edy bilang kebijakan tersebut dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan investasi, menambah daya gedor industri nasional, meningkatkan ekspor, mengurangi impor, hingga menurunkan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD).

Selain itu, kebijakan ini juga dimaksudkan sebagai bentuk evaluasi dari revisi DNI yang dilakukan pemerintah sebelumnya. Hasil evaluasi menunjukkan bidang usaha yang dikeluarkan dari daftar belum juga dilirik oleh investor.

“Artinya, perubahan kebijakan DNI selama ini belum berhasil menggoda investor untuk masuk ke bidang usaha itu, sehingga masih ada paradoks kalau investasi yang masuk tinggi, tapi impor juga masih tinggi. Makanya kami ubah dan rangsang dengan insentif fiskal lain,” tutupnya.

Sumber: CNN Indonesia