Ibu Desa Sangketan mengajarkan turis Jinawi cara membuat canang. Foto: Yusrina.
Ibu Desa Sangketan mengajarkan turis Jinawi cara membuat canang. Foto: Yusrina.

Bali, MNEWS.co.id – Berawal dari keresahan akan perkembangan turisme yang kerap kali tak merata dan hanya menguntungkan pemilik modal besar, Ussi dan Wika Paundra memutuskan untuk merintis usaha tour dan travel sendiri sejak tahun 2017.

Mengambil nama Jinawi yang bermakna kesuburan, Wika dan Ussi mengusung falsafah conscious travel yang bertujuan, “to create an environmentally sustainable, socially just and spiritually fulfilling travel economy that does not cost the earth”. Dalam perkembangannya sebagai tour provider yang berbasis di Bali, Jinawi konsisten menawarkan aktivitas-aktivitas tur yang bermakna.

Salah satu cara mereka berkontribusi untuk lingkungan adalah dengan meminimalisir penggunaan botol plastik. Jinawi sejak awal menyediakan galon air dengan pompa tekan otomatis di setiap moda transportasinya, sehingga konsumen tur dihimbau untuk membawa botol minumnya sendiri. Begitu pula dengan perencanaan tur yang selalu melibatkan industri rumahan dengan menyusun aktivitas yang memberdayakan perempuan.

Ketika membuat tur di Bali misalnya, alih-alih merancang kegiatan ke tempat-tempat wisata yang padat pengunjung, Jinawi mencoba mengajak tamu-tamunya untuk berkunjung ke pelosok desa di Tabanan. Jika turis asing biasanya diarahkan untuk melakukan upacara pembersihan diri dan jiwa (melukat) di Pura Tirta Empul Ubud, maka Jinawi memilih Pura Luhur Tambawaras di Desa Sangketan, Tabanan yang hanya berjarak satu jam dari riuhnya Ubud.

Jinawi mengajak turis mengikuti Upacara Melukat di Pura Tambawaras. Foto: Yusrina.

Bekerja sama dengan warga desa dan pendeta setempat, tamu-tamu Jinawi akan merasakan nuansa melukat asli Bali yang magis. Turis pun tak hanya sekedar berfoto, karena mereka harus belajar membuat canang persembahan dari Ibu-ibu desa sekitar dan larut dalam kesakralan upacara.

Ketika waktu makan siang tiba, maka Ibu-ibu desa sudah menyiapkan hidangan sayur pakis, telor ayam kampung, buah-buahan yang baru dipetik, dan hasil-hasil perkebunan warga yang dijual dengan harga terjangkau. Tentu semua dengan standar kebersihan yang sudah dikaji oleh Jinawi. Tak jarang dagangan Ibu-ibu seperti kopi dan madu itu ludes terjual.

Komang (32), warga desa Sangketan yang juga ketua pelaksana program-program Jinawi mengaku senang bisa terlibat dalam tur ini. Ibu-ibu di desa saya bangga sekali kedatangan tamu asing. Akhirnya desa kami bisa hidup. Sampai tidak bisa tidur itu Ibu-ibu saking senangnya,” pungkas Komang kepada kontributor MNEWS di Bali, beberapa waktu lalu.

Selain memecah kepadatan tujuan wisata populer dan menggantinya dengan titik-titik turisme baru yang melibatkan warga desa, Jinawi berharap conscious travel ini akan menjadi tren di Indonesia.

Meski tidak menyasar destinasi wisata populer, Jinawi berhasil menjaring konsumen regular melalui program yoga retreat yang berkolaborasi dengan Esta Travel asal Polandia. Setiap tahunnya, Jinawi menyediakan keperluan retreat selama 2 minggu untuk grup yoga terdiri dari 12-18 orang yang juga memiliki kesadaran akan pariwisata ramah lingkungan dan ramah jiwa.

Aktivitas menumbuk dan menjual kopi hasil kebun ala Jinawi. Foto: Yusrina.

Paulina Mlynarska, guru yoga sekaligus selebriti ternama Polandia ini berharap semakin banyak orang yang menjumpai Bali dengan rasa. Selama perjalanan kami (grup Yoga) selalu mendukung orang lokal dan aktivitas yang ramah lingkungan. Di Bali, bersama pendeta setempat, kami larut dalam upacara pelepasan bayi penyu ke laut. Pengalaman yang sangat menyentuh,” ujar Paulina.

Harapan Wika dan Ussi, tamu-tamu mereka akan kembali dengan pengalaman manis, personal, dan kesadaran baru yang mereka dapat entah dari bertukar cerita dengan para Ibu di desa atau saat bermeditasi di pantai Balian usai melepas anak-anak penyu. Untuk informasi lebih lanjut, bisa klik di SINI

Kontributor: Yusrina Pradipta Andityarini