Pekanbaru, MNEWS.co.id – Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) harus lebih memperhatikan kemasan produknya. Sebab, kemasan merupakan kesan pertama yang bisa menarik pembeli. Namun sayangnya, masih banyak pelaku UMKM yang belum menyadari pentingnya aspek kemasan.
Salah satu contohnya UMKM Riau yang kalah saing dengan produk UMKM di provinsi lainnya. Hal ini karena banyak produk UMKM Riau yang tidak didukung oleh kemasan yang baik. Selain itu, perhatian pemerintah daerah juga masih minim.
Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Ahmad Hijazi, menilai bahwa dukungan pemda Riau terhadap UMKM lokal masih sangat lemah. Pemda Riau menurutnya, harus mendirikan sebuah tempat khusus yang menangani kemasan produk UMKM agar bernilai jual tinggi.
“Kalau menurut saya penting ada lembaga ini (rumah packaging), bisa dijadikan semacam rumah packaging (kemasan),” ujar Ahmad Hijazi, dilansir dari Riaupos, Senin (7/1/2019).
Menurutnya, rumah packaging tidak hanya berfungsi membantu pelaku UMKM untuk mengemas produk olahan mereka menjadi menarik dengan nilai jual tinggi, melainkan juga bisa bermanfaat sebagai sarana membentuk keterampilan UMKM untuk meningkatkan hasil produksi.
Ahmad mengakui, perihal tampilan produk memang cukup rumit. Ada banyak prosedur birokrasi yang harus dilalui pelaku usaha, sebab keseluruhan prosesnya terkait pada instansi yang berbeda. Ia menambahkan, pemerintah pusat sudah mengucurkan sejumlah dana untuk membangun Sentra Industri Kecil Menengah (SIKM) yang disalurkan di Dinas Perindustrian Provinsi Riau.
“Seharusnya SIKM sudah bisa meng-cover setidaknya 3 kebutuhan pelaku usaha. Seperti peningkatan produksi, kemasan dan pemasaran. Namun kenyataan di lapangan semua itu belum berjalan baik,” jelasnya.
Sebelumnya, Ahmad mengatakan, data yang diterima pihaknya tahun 2018, IKM Riau mencapai 8.794. Sedangkan UMKM mencapai 500 ribu lebih yang tersebar di 12 kabupaten/kota se-Riau .
“Ribuan IKM dan UMKM itu menghasilkan berbagai jenis industri unggulan. Usaha unggulan berdasarkan potensi yang dimiliki masing-masing kabupaten/kota,” pungkas Ahmad.
Misalnya, untuk bahan baku sagu terdapat di Kepulauan Meranti dan Bengkalis, kelapa ada di Indragiri Hilir dan Pelalawan, ikan air tawar di Kampar dan ikan laut di Rokan Hilir, serta hasil perkebunan dan pertanian di 12 kabupaten/kota se-Riau.
Potensi tersebut, tambahnya, telah dikembangkan masyarakat menjadi industri-industri kerajinan dan kreatif. Hal ini sangat membantu terhadap perekonomian masyarakat. Seperti industri tenun, bordir, batik maupun industri kecil lainnya yang berpotensi dari sumber daya manusia, yang kemudian digabungkan terhadap kebiasaan dan budaya, sehingga menghasilkan industri kreatif yang bernilai ekonomis.
“Itu semua membutuhkan promosi dan pasar. Baik itu pasar regional maupun global. Sebab perkembangan globalisasi, dampak yang sangat dirasakan adalah tantangan daya saing. Terutama dalam mengakses pasar global,” imbuhnya.
Ahmad berkesimpulan, kondisi tersebut menjadi tantangan yang harus disikapi secara cepat. Baik oleh pelaku usaha dan pengusaha industri kecil, serta didukung oleh pemerintah.
Sumber: Riaupos (dal)