Fukuoka, MNEWS.co.id – Era digital telah memengaruhi berbagai hal dalam kehidupan masyarakat termasuk perpajakan.
Dalam forum sidang tahunan G20 yang dilaksanakan di Jepang, tantangan perpajakan di era digital menjadi salah satu topik seminar dengan pembicara Sekjen OECD dan beberapa Menteri Keuangan: Jepang, Perancis, China, Inggris, Amerika Serikat dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dalam diskusi yang diselenggarakan pada tanggal 8 Juni tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa tantangan perpajakan di Indonesia di era digital masih sangat besar. Dengan 260 juta populasi dan 100 juta pengguna internet, realisasi penerimaan perpajakan masih belum tercermin dari besaran pengguna internet dan jumlah penduduk tersebut.
Di era digital, salah satu aspek dalam perpajakan adalah tidak hanya berdasarkan physical presence atau kehadiran secara fisik dari para pengusaha yang melakukan kegiatan di Indonesia. Oleh karena itu, saat ini prioritas tertinggi adalah melakukan redefinisi dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau permanent establishment.
Dengan kompleksitas struktur ekonomi digital, tantangan lain Pemerintah adalah membuat formulasi kebijakan, khususnya perhitungan kuantitatif terkait significant presence. Selain itu, bagaimana mendefinisikan low or no tax jurisdictions. Berikutnya, Menteri Keuangan juga menyampaikan bagaimana mengalokasikan hak pemajakan: formula dan dasar perhitungannya.
Sekjen OECD Angel Guria menyampaikan bahwa G20 telah memberikan kontribusi signifikan dalam transformasi di bidang perpajakan internasional: di bidang transparansi, pertukaran informasi, BEPS standard. Saat ini, 100 jusrisdiksi telah sepakat untuk melakukan pertukaran informasi keuangan terkait perpajakan, dan telah menghasilkan pertukaran informasi sebanyak 47 juta transaksi dengan nilai 9 triliun euro.
Angel Guria menyampaikan bahwa ekonomi digital menjadi tantangan internasional. Oleh karena itu, saat ini OECD sedang menyusun BEPS 2.0 dengan 3 proposal yang berbasis consensus based solution, diantaranya adalah significant economic presence dan anti base errosion.
Menanggapi Sekjen OECD, Menteri Sri Mulyani menyatakan, perkembangan hasil dari OECD terkait BEPS dan AEOI sangat baik. Adanya konsensus global sangat baik untuk mengubah secara fundamental sistem perpajakan, menerapkan level playing field yang sama, kombinasi pragmatisme dan mencapai konsensus secara kooperatif, dan bagaimana mencapai fair taxation secara global. Namun demikian Indonesia tidak bisa menunggu konsensus global karena kebutuhan pendanaan pembangunan.