Jakarta, MNEWS.co.id – Kepopuleran aset kripto sebagai alat investasi telah mendapatkan daya tarik global beberapa tahun ke belakang, dan survei terbaru yang dilakukan oleh Zipmex, salah satu aplikasi kripto terkemuka di Asia Tenggara, bersama dengan firma riset pasar Jakpat, mengonfirmasi bahwa tren yang serupa terjadi di Indonesia.
Menurut survei, aset kripto (11,69%) sekarang berada di antara lima teratas yang paling banyak digunakan di pasar, bersama dengan emas (25,51%), reksa dana (14,75%), deposito berjangka (13,57%), dan properti (11,64%).
Data dari survei yang disebarkan kepada lebih dari seribu orang berusia 25-40 pada 33 provinsi di Indonesia menunjukkan, bahwa 62,83% atau hampir dua pertiga responden tertarik untuk berinvestasi di aset kripto dalam tiga bulan ke depan.
Tingginya persentase responden yang tertarik pada investasi aset kripto, yang sedang mengalami pertumbuhan stabil pada beberapa tahun terakhir, selaras dengan profil risiko responden di mana 88,88% dari responden memilih antara investasi risiko rendah (42,44%) atau risiko sedang (46,44%) dibandingkan investasi risiko tinggi (11,12%).
“Jutaan orang Indonesia telah berinvestasi di aset kripto dan kami berharap untuk melihat lebih banyak orang Indonesia di masa depan yang berinvestasi di aset kripto,” kata Siska Lestari, Head of Growth Zipmex Indonesia dalam siaran pers yang diterima oleh redaksi MNEWS.co.id.
Secara keseluruhan, sebanyak 87,85% responden yang berpartisipasi di survei merupakan investor, dengan 31,8% memiliki satu instrumen, sedangkan 45,85% memiliki banyak instrumen investasi. Sedangkan untuk responden lainnya yang belum berinvestasi memiliki alasan jika mereka masih memiliki tagihan serta pinjaman untuk dilunasi (60,35%) dan mereka lebih suka memiliki akses ke uang tunai (20,26%).
Dalam hal kripto, ada tiga alasan utama mengapa mereka belum berinvestasi di aset kripto, yakni mereka menganggap bahwa masih kurangnya informasi terkait kripto (45,31%), tidak mengetahui mulai dari mana (17,46%), dan terlalu berisiko (15,53%).
Untuk jenis kelamin, survei melaporkan bahwa persentase pemilik aset kripto laki-laki (29,78%) lebih tinggi dibandingkan pemilik aset kripto perempuan (16,60%). Persentase responden laki-laki yang tertarik untuk investasi di aset kripto dalam tiga bulan ke depan juga lebih tinggi (71,20%) dibandingkan responden perempuan (54,63%).
Ketika data tersebut dipecah menjadi kelompok umur, persentase kepemilikan aset kripto berada dalam kelompok usia 31-35 (25,74%), diikuti oleh 25-30 (23,38%), dengan 36-40 (17,47%) di posisi terendah.
Meskipun persentase kepemilikannya rendah, sejumlah 66,27% dari kelompok usia 36-40 dilaporkan memiliki minat untuk berinvestasi di aset kripto selama tiga bulan ke depan, sementara 67% dari kelompok usia 31-35 dan 59,53% dari kelompok usia 25-30 melaporkan selera yang sama untuk investasi aset kripto.
Selain itu, data tersebut juga menyebutkan bahwa lebih dari 60% responden tertarik untuk berinvestasi di aset kripto dan akan mengambil kesempatan untuk mulai berinvestasi di dalamnya, dalam tiga bulan ke depan.
Meskipun minat telah muncul, laporan ini juga mengatakan bahwa lebih dari 50% responden mengakui bahwa mereka juga kurang memiliki pengetahuan dan wawasan yang memadai tentang hal itu.
Menurut Siska, kesalahpahaman terbesar tentang kripto di Indonesia adalah karena keterkaitannya yang kuat dengan volatilitas nilai jangka pendek dan perubahan cepat di pasar kripto yang terjadi dalam 24/7, tidak seperti pasar saham Indonesia.
“Jika dilihat dari perspektif ini, kami memahami bahwa berinvestasi di kripto dapat dianggap sebagai aktivitas yang sangat berisiko, menakutkan, dan mengintimidasi,” ujar Siska.
Pada kenyataannya, lanjut Siska, berinvestasi dalam aset kripto dalam jangka waktu yang lama menghadirkan cerita yang sama sekali berbeda, mengingat aset kripto telah mengalami pertumbuhan kolektif yang kuat dan stabil selama beberapa tahun terakhir.
Untuk membantu mengilustrasikan poin tersebut, kapitalisasi pasar global aset kripto telah tumbuh lebih dari sepuluh kali lipat dari sekitar USD150 miliar menjadi lebih dari USD1,7 triliun selama beberapa tahun terakhir.
“Melihat tren global dan lokal, kami percaya bahwa akan ada jutaan investor kripto baru yang akan mengambil bagian dalam revolusi keuangan di Indonesia ini dalam waktu dekat,” pungkasnya.